Reporter: Lamgiat Siringoringo |
JAKARTA. Pengadilan Negeri Jakarta Pusat mulai mengadili mantan Duta Besar Indonesia untuk China, Letnan Jenderal (Purnawirawan) Kuntara. Bekas Panglima Komando Strategis Angkatan Darat ini terancam penjara seumur hidup bila terbukti bersalah.
Dalam sidang perdana kemarin, Jaksa Jefri Makapeda menuding Kuntara telah melakukan tindak pidana korupsi selama menjabat pada periode 2000 - 2001. "Terdakwa telah memperkaya diri sendiri dan orang lain yang mengakibatkan kerugian negara," kata Jefri, Selasa (30/6).
Dugaan korupsi ini berawal ketika Duta Besar Indonesia untuk China periode 1999-2001 ini mengeluarkan Surat Keputusan Kepala Perwakilan Republik Indonesia untuk China Nomor Nomor 280/KEP/IX/1999 tentang Tarif Keimigrasian. Surat yang diteken Kuntara ini menjadi dasar bagi pegawai KBRI memungut biaya kawat sebesar 55 yuan atau US$ 7 per orang. Biaya ini ditarik dari orang mengurus visa, paspor, dan surat perjalanan laksana paspor di KBRI China.
Jaksa menilai isi surat itu telah melanggar Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 26 Tahun 1999 tentang Tarif atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak. Sebab berdasarkan PP itu, pengurusan visa, paspor, dan surat perjalanan laksana paspor tak lagi dikenakan biaya kawat.
Belakangan, jaksa mengetahui, sebagian pungutan biaya kawat ini mengalir ke kocek Kuntara dan para pejabat KBRI China.
Rinciannya, Kuntara menikmati uang itu sebanyak 208.312 yuan, lalu staf KBRI China sebanyak 623.755 yuan. Lalu sebanyak 210.524 yuan dikucurkan kepada orang di luar staf KBRI China. Sebagian biaya pungutan tersebut, yakni sebesar 182.259 yuan dipakai memenuhi kebutuhan kantor KBRI.
Jaksa menganggap perbuatan Kuntara ini telah merugikan negara karena tak menyetorkan pungutan itu sebagai penerimaan negara bukan pajak. Total biaya kawat yang terkumpul 1,496 juta yuan.
Atas dakwaan ini, Kuntara terlihat pasrah. Karena itu, dia enggan mengajukan keberatan atas dakwaan itu. "Kami ingin segera masuk ke pokok perkara saja," ujar Mulyohardjo, kuasa hukum Kuntara dalam persidangan yang dipimpin Hakim Subachran ini.
Perkara ini juga menyeret mantan Duta Besar Indonesia untuk China lainnya, yakni Laksamana Madya (Purnawirawan) AA Kustia.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News