Reporter: Grace Olivia | Editor: Yudho Winarto
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Gejolak perekonomian global yang intens sepanjang tahun ini belum memberi dampak negatif pada stabilitas sistem keuangan dalam negeri. Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) mengklaim, sistem keuangan Indonesia sepanjang kuartal-III 2018 masih relatif aman dan terjaga.
Namun, ada sejumlah risiko utama yang dicermati yang berpotensi mengancam kestabilan sistem keuangan ke depan.
Menteri Keuangan Sri Mulyani menyebut, KSSK akan terus memantau risiko yang berasal dari eksternal, terutama Amerika Serikat.
"Kami akan terus mencermati kebijakan pemerintah AS dalam mendorong perekonomiannya, terutama kebijakan fiskal maupun moneter yang akan memberi dampak luas terhadap perekonomian global," ujar dia, Kamis (1/11).
Perkembangan kebijakan perdagangan yang proteksionis oleh AS juga menjadi salah satu risiko yang terus dipantau dalam rangka menjaga stabilitas sistem keuangan Indonesia.
Sementara, dari dalam negeri Sri Mulyani bilang, risiko yang patut diawasi ialah potensi yang berasal dari defisit transaksi berjalan yang kemudian berimbas ke nilai tukar rupiah.
"Serta ketergantungan kita pada ekspor yang dominasinya adalah komoditas. Ini adalah area-area yang kita waspadai, pantau, dan mitigasi secara berkelanjutan," tandas Sri Mulyani.
Senada, Gubernur Bank Indonesia perry Warjiyo juga mengatakan, bank sentral bakal fokus pada upaya menjaga stabilitas nilai tukar rupiah dan memastikan likuiditas di pasar keuangan cukup. Hal ini demi memastikan stabilitas sistem keuangan tetap terjaga aman.
Teranyar, kebijakan Domestic Non-Deliverable Forward (D-NDF) berlaku efektif mulai hari ini dan, menurut Perry, berjalan cukup memuaskan.
"Saya senang supply dan demand antar bank berjalan dan pembentukan nilai tukar bagus. Ini terlihat dari rate offshore NDF yang konvergensi dengan rate DNDF ke arah penguatan," kata Perry dalam kesempatan yang sama.
Ia menilai, semakin aktif DNDF berjalan, dampak terhadap nilai tukar rupiah pun akan semakin positif. Ditambah lagi dengan bauran kebijakan lain, yakni suku bunga, intervensi di pasar valas maupun pasar sekunder SBN, dan kerja sama bilateral dengan sejumlah bank sentral negara lain.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News