Reporter: Hendra Gunawan | Editor: Hendra Gunawan
JAKARTA. Pemerintah dituding sengaja melanggengkan kebijakan upah murah. Pasalnya, konsep lobby aksi (KLA) yang selama ini dilakukan, tidak membuahkan hasil. Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal mengatakan, lobby yang dilakukan serikat buruh ke pemerintah dan asosiasi pengusaha tak menemukan titik temu.
Ia juga menilai Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) yang langsung meminta pemerintah membuat Instruksi Presiden (Inpres) soal upah, hanyalah "konspirasi upah murah" dan sengaja melumpuhkan peran dewan pengupahan dalam melakukan survei kebutuhan hidup layak (KHL).
"KLA yang dilakukan buruh sebenarnya menyiratkan keinginan kuat gerakan buruh Indonesia untuk berdialog dalam mencari solusi masalah perburuhan dan kerakyatan, tapi sayang lembaga-lembaga formal yang ada tidak memerankan fungsinya dengan baik," sebut Iqbal dalam keterangan tertulisnya di Jakarta, Minggu (29/9).
Ia mengatakan, sejak kenaikan harga bahan bakar minyak, daya beli buruh terus menurun. UMP tertinggi di Indonesia, Jakarta Rp 2,2 juta per bulan, masih lebih rendah dibanding Thailand (Rp 2,8 juta per bulan) dan Filipina (Rp 3,2 juta per bulan), dan hanya sedikit lebih dari Kamboja dan Vietnam. Padahal, pertumbuhan ekonomi Indonesia peringkat kedua di dunia, dengan pendapatan domestik bruto terbesar ke-16.
"Ketika buruh mulai membangun kekuatan daya tawarnya terhadap pemerintah dan pengusaha melalui strategi KLA untuk memperbaiki daya belinya melalui upah layak, lagi-lagi buruh disudutkan tidak mau mengerti kondisi ekonomi dan kesulitan perusahaan," ucap Iqbal.
Oleh karena itu, jelang konferensi akbar buruh Indonesia, KSPI mengatakan tetap akan memperjuanglan kenaikan UMP 2014 sebesar 50 persen. Selain itu, jika strategi KLA tak juga sukses, maka mogok nasional kedua menjadi pilihan.
Rencana sebelumnya, aksi mogok nasional yang kedua tersebut akan dilakukan pada Oktober 2013, yang melibatkan massa sebanyak 3 juta buruh, dari 20 provinsi dan 200 kabupaten/kota. (Kompas.com)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News