kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.539.000   0   0,00%
  • USD/IDR 15.740   20,00   0,13%
  • IDX 7.492   12,43   0,17%
  • KOMPAS100 1.159   4,94   0,43%
  • LQ45 920   6,72   0,74%
  • ISSI 226   -0,39   -0,17%
  • IDX30 475   4,06   0,86%
  • IDXHIDIV20 573   5,12   0,90%
  • IDX80 133   0,95   0,72%
  • IDXV30 141   1,37   0,98%
  • IDXQ30 158   1,02   0,65%

Sofjan Wanandi: Soal upah, buruh jangan ribut dulu


Kamis, 26 September 2013 / 17:18 WIB
Sofjan Wanandi: Soal upah, buruh jangan ribut dulu
ILUSTRASI. Promo Hotel OYO dari Tiket.com, Dapatkan Diskon 45% Periode s.d 22 Mei 2022


Reporter: Hendra Gunawan | Editor: Hendra Gunawan

JAKARTA. Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Sofjan Wanandi meminta kepada buruh untuk menunggu kerja Dewan Pengupahan dalam menyusun upah minimum 2014. Sofjan berharap tidak ada aksi unjuk rasa atau mogok kerja hingga proses negosiasi.

"Dewan Pengupahan baru mulai bekerja bulan depan. Kita baru lakukan survei 60 item bulan depan. Dari sana kita bernegosiasi. Jangan ribut dulu nuntut-nuntut tapi enggak pernah duduk melihat survei," kata Sofjan seusai menghadiri peluncuran buku Orang-Orang Hebat di Jakarta, Kamis ( 26/9).

Hal itu dikatakan Sofjan ketika dimintai tanggapan aksi unjuk rasa di berbagai daerah menjelang penetapan upah minimum provinsi (UMP) 2014. Salah satunya di Jakarta yang menuntut UMP sebesar Rp 3,7 juta per bulan.

Namun Sofjan enggan berkomentar terkait besaran upah yang diminta buruh. Menurut dia, rasional atau tidaknya tuntutan buruh harus menunggu hasil kerja Dewan Pengupahan. Hanya, ia berpendapat angka tuntutan buruh di Jakarta tidak jelas dasarnya.

Dalam acara peluncuran buku karya Emanuel Dapa Loka itu, Sofjan menyebut ada politisasi dari tuntutan kenaikan upah buruh setiap tahun. Akibatnya, susah untuk diselesaikan. Ia mengakui memang ada perusahaan yang melakukan penyimpangan dalam memberi upah. Hanya, jangan digeneralisasi.

Sofjan juga mengkritik selama ini hanya dilihat hidup layak buruh. Namun, tidak dilihat bagaimana produktivitas di Indonesia dibanding negara lain. Apalagi, tuntutan hidup layak itu dilakukan dengan unjuk rasa, bukan negosiasi.

Sofjan mengingatkan dampak jika buruh menuntut kenaikan upah terlalu tinggi, yakni hengkangnya perusahaan ke negara lain. Padahal, kebanyakan perusahaan yang dituntut menaikkan upah adalah perusahaan padat karya.

Menurut dia, melihat kondisi saat ini, sudah ada perusahaan yang akan keluar dari Indonesia. Lebih baik impor. "Ngapain kita pusing, cost naik, bunga naik, enggak mungkin kompetitif. Paling gampang kita diam-diam pergi," tegas Bos Grup Gemala ini. (Kompas.com)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News


Survei KG Media

TERBARU
Kontan Academy
Advokasi Kebijakan Publik di Era Digital (Teori dan Praktek) Mengenal Pentingnya Sustainability Reporting

[X]
×