Reporter: Muhammad Julian | Editor: Yudho Winarto
Sengketa hukum pelabuhan Marunda mulai muncul ketika KBN meminta kepada KCN agar diberi porsi kepemilikan mayoritas pascaadanya pergantian jajaran direksi pada tubuh KBN di tahun 2012.
Baca Juga: Sengketa hukum masih berjalan, KCN tetap lanjutkan pembangunan
Menanggapi hal ini, KCN memutuskan untuk menolak permintaan tersebut dengan alasan untuk menghindari kemungkinan adanya politisasi dalam proyek pembangunan pelabuhan Marunda.
Sikap ini kemudian memicu munculnya aksi reaktif berupa aksi penutupan jalan oleh KBN yang menghambat aktivitas bongkar muat dan kegiatan pembangunan di Marunda.
Pascaterjadinya aksi penutupan jalan, KCN dan KBN sepakat untuk melakukan mediasi. Berdasarkan hasil mediasi tersebut, diperoleh kesepakatan komposisi kepemilikan baru menjadi 50%-50%.
Namun demikian, pembayaran oleh pihak KBN batal dilakukan lantaran rencana ini tidak mendapat persetujuan dari Menteri BUMN.
Baca Juga: Persaingan semakin ketat, PT Karya Citra Nusantara menyiapkan SDM
Pada perkembangan selanjutnya, KBN kemudian melayangkan gugatan hukum kepada KCN dan Kemenhub. Dalam gugatan tersebut, KBN menuntut pembatalan konsesi, penghentian operasional dan pembangunan pelabuhan KCN, penyitaan terhadap pier 1, 2, dan 3, serta ganti rugi sebesar Rp 56,8 triliun.
Sebelum permohonan kasasi KCN dikabulkan oleh MA pada perkembangan terakhir, KBN sebelumnya telah memenangkan gugatan sebanyak dua kali pada tingkat pengadilan negeri dan pengadilan tinggi.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News