Reporter: Muhammad Julian | Editor: Yudho Winarto
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Setelah melalui proses panjang, Mahkamah Agung (MA) akhirnya mengabulkan permohonan kasasi yang diajukan oleh PT Karya Citra Nusantara (KCN) pada 10 September 2019 lalu.
Menanggapi hal tersebut, Kepala Kantor Kesyahbandaran dan Otoritas Pelabuhan (KSOP) Marunda, Iwan Sumantri mengatakan pihaknya akan menindaklanjuti putusan tersebut.
“Sebagai negara hukum, semua pihak harus menghormati segala hasil produk hukum yang sudah diterapkan,“ ujar Iwan dalam keterangan pers, Senin (23/9).
Baca Juga: Karya Citra (KCN) dukung program gerakan bersih laut dan pantai
Menurut Iwan, kepastian hukum merupakan hal yang sangat penting bagi keberlangsungan investasi. Dengan demikian, penyelesaian sengketa hukum yang melibatkan KCN dengan PT Kawasan Berikat Nusantara (KBN) yang telah berlarut-larut berpotensi mengganggu iklim investasi di dalam negeri, utamanya investasi di bidang kepelabuhanan.
Oleh karena itu, Putusan MA dalam kasus sengketa Pelabuhan Marunda diharapkan dapat memberi jaminan hukum bagi investor lokal maupun asing yang berminat untuk terlibat dalam proyek-proyek pembangunan pelabuhan ke depannya.
Putusan MA dalam sengketa hukum Pelabuhan Marunda juga mendapatkan tanggapan yang posiif dari Kementerian Perhubungan (Kemenhub).
“Bagi kami yang paling penting pelayanan bongkar muat barang di pelabuhan kembali berjalan normal dan lancar,” tutur Direktur Kepelabuhana Kementerian Perhubungan, Subagyo dalam siaran pers.
Baca Juga: Polusi Debu batubara di Pelabuhan Marunda, ini tanggapan manajemen KCN
Asal tahu saja, Kemenhub merupakan salah satu pihak yang juga turut dilibatkan dalam gugatan yang diajukan oleh KBN lantaran memberi izin konsesi pelabuhan kepada KCN.
Untuk diketahui, Proyek Pelabuhan Marunda merupakan proyek pembangunan dan pengelolaan pelabuhan supporting port bagi Pelabuhan Tanjung Priuk yang dikonsesikan kepada KCN selama 70 tahun.
Sementara itu, KCN sendiri merupakan usaha patungan antara KBN dengan PT Karya Tekhnik Utama (KTU) yang dibentuk setelah KTU memenangkan tender pembangunan kawasan Marunda pada tahun 2004. Berdasarkan perjanjian awal, kepemilikan atas KCN terdiri atas kepemilikan KBN sebesar 15% dan KTU sebesar 85%.
Sengketa hukum pelabuhan Marunda mulai muncul ketika KBN meminta kepada KCN agar diberi porsi kepemilikan mayoritas pascaadanya pergantian jajaran direksi pada tubuh KBN di tahun 2012.
Baca Juga: Sengketa hukum masih berjalan, KCN tetap lanjutkan pembangunan
Menanggapi hal ini, KCN memutuskan untuk menolak permintaan tersebut dengan alasan untuk menghindari kemungkinan adanya politisasi dalam proyek pembangunan pelabuhan Marunda.
Sikap ini kemudian memicu munculnya aksi reaktif berupa aksi penutupan jalan oleh KBN yang menghambat aktivitas bongkar muat dan kegiatan pembangunan di Marunda.
Pascaterjadinya aksi penutupan jalan, KCN dan KBN sepakat untuk melakukan mediasi. Berdasarkan hasil mediasi tersebut, diperoleh kesepakatan komposisi kepemilikan baru menjadi 50%-50%.
Namun demikian, pembayaran oleh pihak KBN batal dilakukan lantaran rencana ini tidak mendapat persetujuan dari Menteri BUMN.
Baca Juga: Persaingan semakin ketat, PT Karya Citra Nusantara menyiapkan SDM
Pada perkembangan selanjutnya, KBN kemudian melayangkan gugatan hukum kepada KCN dan Kemenhub. Dalam gugatan tersebut, KBN menuntut pembatalan konsesi, penghentian operasional dan pembangunan pelabuhan KCN, penyitaan terhadap pier 1, 2, dan 3, serta ganti rugi sebesar Rp 56,8 triliun.
Sebelum permohonan kasasi KCN dikabulkan oleh MA pada perkembangan terakhir, KBN sebelumnya telah memenangkan gugatan sebanyak dua kali pada tingkat pengadilan negeri dan pengadilan tinggi.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News