Reporter: Asnil Bambani Amri | Editor: Asnil Amri
JAKARTA. Kaget dan tak menyangka. Itulah dirasakan Tridianto, Ketua Dewan Pengurus Cabang (DPC) Partai Demokrat, Kabupaten Cilacap, Jawa Tengah ketika menerima telepon dari dua orang menteri.
Pengusaha jamu asal Cilacap, tersebut menjadi perhatian karena mengkritik langkah Ketua Majelis Tinggi Partai Demokrat, Soesilo Bambang Yudhoyono (SBY) melakukan penyelamatan partai berlambang segitiga Mercy itu, akhir pekan lalu.
Tridiyanto sebelumnya melontarkan kritik, SBY dianggap otoriter dan menyalahi aturan Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga (AD/ART). "Saya ditelepon Menteri Hukum dan HAM dan Menteri Pemuda Olahraga," kata Tridianto yang dikutip KONTAN dari Tribunnews, Rabu (13/2).
Lalu apa yang dibicarakan mereka? Saat ditanya, pria kelahiran 9 September 1977 itu enggan menjelaskan. Dia khawatir justru menjadi polemik baru. "Sudah tidak usah dibahas soal pak menteri-menteri itu ya, intinya mereka menasihati saja karena aku junior, mereka senior," lanjut Tridianto
Sedikit memberikan bocoran, Tridianto mengatakan keduanya menyampaikan sudah mendengar dan mengetahui kritik Tridianto melalui pemberitaan media. "Terlanjur seperti itu, jadi tidak enak," kata Tridianto membantah sikapnya melunak setelah ditelepon kedua menteri tersebut.
Dia menambahkan, sikapnya berseberangan atau berbeda pendapat dengan Majelis Tinggi seperti sepi tanpa dukungan. Meski demikian, ia menegaskan mendukung 1.000 persen langkah SBY melakukan penyelamatan partai.
"Ya langkah saya secara langsung tidak didukung oleh teman-teman pengurus DPC tapi ada beberapa yang mendukung secara tertutup," kata dia dihubungi sedang di Jakarta. Sebelumnya, Tridianto mengkritik langkah yang dilakukan Majelis Tinggi menyalahi Pasal 13 AD/ART tentang wewenang Majelis Tinggi. Kata dia, Majelis Tinggi tak berwenang mengambil alih partai.
"Itu melanggar AD/ART pasal 13 tentang kewenangan Majelis Tinggi di pasal itu tidak ada kata Majelis Tinggi bisa mengambil alih kewenangan ketua umum. Dan SBY sudah melanggar dan otoriter," kata Tridianto kepada Tribun Jogja, Sabtu (9/2) lalu.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News