Reporter: Yudho Winarto | Editor: Edy Can
JAKARTA. Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) menduga ada indikasi praktik kartel dalam impor kedelai. Praktik kartel ini diduga memicu terjadinya kenaikan harga kedelai pada belakangan ini.
Ketua KPPU Tadjuddin Noer Said mengatakan, indikasi praktik kartel ini merujuk struktur pasar importansi kedelai yang oligopolistik. Menurutnya, pada 2008 silam sebanyak 74,66% pasokan kedelai dikuasai oleh dua pelaku usaha yakni PT Cargill Indonesia dan PT Gerbang Cahaya Utama.
Tadjuddin menduga, kedua perusahaan ini mengatur pasokan kedelai di dalam negeri. Namun, saat itu, dugaan KPPU tidak terbukti. Sebab, pola pergerakan harga penjualan diantara kedua pelaku tidak memiliki pola keteraturan dan fluktuatif demikian juga dengan volume importansi. "Kebijakan pasar kedelai nasional tidak menghambat pelaku usaha lain untuk masuk pasar," katanya, Senin (30/7).
Nah, pola kenaikan harga kedelai 2008 kembali terulang saat ini. KPPU pun mengawasi pola pergerakan harga yang terjadi di pasar kedelai nasional terutama di basis-basis konsumen kedelai impor yang hampir 78% terkonsentrasi di lima provinsi yaitu Jawa Tengah, Jawa Barat, Jawa Timur, dan Yogyakarta dan Bali.
Meski demikian, Tadjuddin mengakui penyelidikan KPPU memiliki banyak kelemahan terutama dalam hal pembuktian. KPPU hanya bisa menyodorkan bukti tidak langsung (indirect evidence). "Bukti ini masih dipersoalkan untuk membuktikan adanya pelanggaran," katanya.
Selain itu itu, KPPU tidak bisa melakukan penyidikan seperti halnya lembaga penegak hukum lainnya seperti Komisi Pemberantasa Korupsi (KPK). "Meski demikian kami tetap akan berjuang indirect evidence bisa jadi bukti," tegasnya.
Asal tahu sendiri, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono sendiri telah memperbolehkan asosiasi dan koperasi perajin tempe dan tahu mengimpor kedelai. Kebijakan ini untuk mencegah terjadinya kartel dalam impor bahan baku tempe dan kedelai ini.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News