kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.541.000   21.000   1,38%
  • USD/IDR 15.880   50,00   0,31%
  • IDX 7.196   54,65   0,77%
  • KOMPAS100 1.104   9,46   0,86%
  • LQ45 877   10,80   1,25%
  • ISSI 221   0,74   0,34%
  • IDX30 449   6,10   1,38%
  • IDXHIDIV20 540   5,33   1,00%
  • IDX80 127   1,26   1,00%
  • IDXV30 135   0,57   0,43%
  • IDXQ30 149   1,56   1,06%

KPPU dorong amandemen UU Praktek Monopoli cepat selesai


Selasa, 15 Mei 2018 / 20:17 WIB
KPPU dorong amandemen UU Praktek Monopoli cepat selesai
ILUSTRASI. Komisioner KPPU Periode 2018-2023


Reporter: Abdul Basith | Editor: Yudho Winarto

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) periode 2018-2023 dorong amandemen Undang Undang (UU) No. 5 tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli Dan Persaingan Usaha Tidak Sehat selesai pada tahun 2018.

Saat ini amandemen UU No. 5 tahun 1999 tersebut sedang berada di DPR. Amandemen UU dinilai perlu melihat perkembangan aturan serupa secara internasional.

"UU kita tidak bisa terlampau berbeda dengan yang lain," ujar Ketua KPPU periode 2018-2023 Kurnia Toha usai konferensi pers mengenai program kerja KPPU, Selasa (15/5).

Beberapa hal diharapkan dapat mengalami perubahan. Salah satunya adalah definsi pelaku usaha yang masih lemah.

Kurnia bilang definisi pelaku usaha saat ini hanya yang melakukan aktivitas di Indonesia. Sementara pelaku usaha dari luar Indonesia pun memiliki potensi untuk mengganggu ekonomi Indonesia.

Selain itu hal yang perlu dikaji adalah pelaporan mengenai merger. "Aturan laporan merger, di luar sudah berbentuk pre merger notification sementara kita masih post merger notification," terang Kurnia.

Aturan tersebut menurut Kurnia akan lebih menguntungkan bagi industri. Pasalnya pemisahan perusahaan yang sudah melakukan merger memerlukan biaya besar.

Bukti tidak langsung pun perlu diperkuat sehingga tindakan KPPU akan lebih baik. Sementara sanksi masih menjadi perdebatan yang dibahas. "Sanksi Rp 1 miliar hingga Rp 25 miliar bisa tidak adil," ungkap Kurnia.

Kurnia bilang bisa saja pelaku usaha kecil dikenai denda minimal Rp 1 miliar. Sementara pada peraturan di negara lain kebanyakan menggunakan persentase.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU

[X]
×