Reporter: Abdul Basith, Indra Pangestu Wardana Setiawan | Editor: Herlina Kartika Dewi
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Program prioritas pertama Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) periode 2018-2023 adalah fokus menjaga sektor pangan dari persaingan usaha tak sehat. Sektor pangan menjadi prioritas karena sangat merugikan masyarakat.
Namun, langkah KPPU ini dinilai memerlukan kehati-hatian. Jangan sampai kemudian langkah tersebut meresahkan dan merugikan pelaku usaha di sektor pangan.
Sutarto Alimoeso, Ketua Persatuan Pengusaha Penggilingan Padi dan Beras (Perpadi) walau mengapresiasi langkah KPPU, namun pengawasan KPPU di sektor pangan juga tetap harus ada dasar hukumnya. "Pengawasan dan penyelidikan harus dilakukan karena ada dasarnya, kemudian dianalisa dan baru mengambil sikap," ujar Sutarto kepada Kontan.co.id, Rabu (16/5).
Sutarto berharap, sebelum bertindak dan menyimpulkan ada pelanggaran, wasit persaingan usaha ini terlebih dahulu memahami mekanisme bisnis komoditas pangan. Untuk itu, dia meminta KPPU mengikuti seluruh bisnis proses, dari mulai produksi, distribusi, hingga penjualan bahan pangan di Indonesia.
Contohnya pada sejumlah komoditas pangan seperti kedelai dan bawang putih. Sebab, dua komoditas pangan itu masih impor dengan jumlah importir yang sedikit. Walau begitu, KPPU tidak bisa langsung menyimpulkan adanya pelanggaran karena bisa menimbulkan kegaduhan. "KPPU jangan hanya mengawasi pangan di ujungnya saja," ungkapnya.
Dwi Andreas Santosa, Guru Besar Institut Pertanian Bogor menilai, penanganan masalah pangan perlu memperhatikan kondisi pasar. "Jangan sampai KPPU malah merusak pasar perlu dilihat penyebabnya," ujar Dwi.
Menurut Dwi, tak semua masalah pangan disebabkan oleh pemain dan pelaku pasar. Sebab bisa juga karena kesalahan regulasi dan data pangan. Dia mencontohkan, kasus monopoli sektor perunggasan yang melibatkan industri unggas terintegrasi dalam beberapa tahun terakhir, adalah kesalahan regulasi pemerintah.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News