Reporter: Vendy Yhulia Susanto | Editor: Tri Sulistiowati
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengusut dugaan korupsi pemberian fasilitas kredit oleh Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI).
Plh. Direktur Penyidikan KPK, Budi Sokmo menjelaskan, KPK telah melakukan penyelidikan perkara pemberian fasilitas kredit oleh LPEI ini pada Maret 2024.
Sejak Maret 2024, KPK telah melakukan penyelidikan terhadap kurang lebih 11 debitur yang diberikan LPEI. Adapun total kredit yang diberikan dan juga menjadi potensi kerugian keuangan negara akibat pemberian kredit tersebut adalah kurang lebih Rp 11,7 triliun.
"Kemudian, per tanggal 20 Februari 2025 KPK berdasarkan keputusan pimpinan dan berdasarkan surat perintah penyidikan telah menetapkan 5 orang tersangka terhadap dugaan tindak pidana korupsi terkait pemberian fasilitas kredit oleh Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI) khususnya kepada PT Petro Energy (PT PE)," ujar Budi dalam konferensi pers, Senin (3/3).
Lima orang tersangka tersebut antara lain, DW (Direktur Pelaksana LPEI), AS (Direktur Pelaksana LPEI), JM (pemilik PT PE/Debitur), NN (Direktur Utama/Debitur), dan SMD (Direktur Keuangan/Debitur).
Baca Juga: Alasan KPK Minta Sidang Praperadilan Hasto Kristiyanto Ditunda
"Dari keterangan yang kami peroleh dari para saksi menyatakan ada namanya uang "zakat" yang diberikan oleh debitur ini kepada direksi yang bertanggungjawab terhadap penandatanganan pemberian kredit tersebut. Besarannya antara 2,5% sampai 5% dari kredit yang diberikan," jelas Budi.
Budi mengatakan, PT PE menerima kredit dari LPEI sejak Oktober 2015. Kreditnya sebesar kurang lebih sebesar US$ 60 juta atau Rp 900 miliar yang dibagi menjadi 3 termin pemberian.
Dalam konstruksi perkaranya, bahwa diduga telah terjadi benturan kepentingan (CoI) antara Direktur LPEI dengan Debitur (PT PE) dengan melakukan kesepakatan awal untuk mempermudah proses pemberian kredit.
Direktur LPEI tidak melakukan kontrol kebenaran penggunaan kredit sesuai MAP. Namun, Direktur LPEI tetap memerintahkan bawahannya untuk tetap memberikan kredit walaupun tidak layak diberikan.
Padahal, PT PE diduga memalsukan dokumen purchase order dan invoice yang menjadi underlaying pencairan fasilitas kredit tidak sesuai dengan kondisi yang sebenarnya.
Budi menyebut, PT PE melakukan window dressing terhadap Laporan Keuangan (LK). PT PE mempergunakan fasilitas kredit tidak sesuai dengan tujuan dan peruntukan sebagaimana tertuang dalam perjanjian kredit dengan LPEI.
"Atas pemberian fasilitas kredit oleh LPEI khusus kepada PT PE ini, diduga telah mengakibatkan kerugian negara sebesar US$ 60 juta," ungkap Budi.
Sedangkan, 10 debitur lainnya masih dalam proses penyelidikan dan penyidikan lanjut. Nantinya KPK akan menyampaikan kepada publik terkait perkembangan kasusnya.
"Kami masih lakukan pendalaman, terkait sektornya macam-macam ya. Ada sektor perkebunan, shipping, industri terkait energi juga ada," terang Budi.
Baca Juga: Periksa Hasto, KPK Dalami Peran Harun Masiku dan Donny Istuqomah
Selanjutnya: Hasil Investasi Industri Asuransi Jiwa Anjlok 24,8% pada 2024, Ini Penyebabnya
Menarik Dibaca: Harga Emas Rebound Pasca-Turun Tajam, Terkerek Rencana Tarif AS
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News