Reporter: Adinda Ade Mustami | Editor: Uji Agung Santosa
JAKARTA. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terus menggali kasus dugaan korupsi dalam penyelenggaraan ibadah haji dan umrah tahun 2012-2013 oleh Kementerian Agama. Hari ini KPK menjadwalkan pemeriksaan terhadap Hasrul Azwar, anggota Komisi VIII DPR sebagai saksi untuk tersangka Suryadharma Ali.
"Hasrul Azwar akan diperiksa sebagai saksi untuk tersangka SDA (Suryadharma Ali)," kata Kepala Bagian Pemberitaan dan Publikasi KPK, Priharsa Nugraha, Selasa (19/8).
Adapun pemeriksaan kali ini merupakan penjadwalan ulang dari pemeriksaan pada pekan lalu. Saat itu, politisi Partai Persatuan Pembangunan (PPP) tersebut tidak memenuhi panggilan lantaran sedang berada di luar negeri.
Sebelumnya KPK telah memeriksa sejumlah anggota DPR terkait kasus ini karena diduga turut serta dalam rombongan haji bersama Suryadharma Ali tahun 2012-2013 yang kala itu masih menjabat sebagai Menteri Agama aktif. Selain mendalami hal tersebut, KPK juga mendalami terkait dana pemondokan, katering, dan transportasi. Komisi antikorupsi ini menduga terjadi penggelembungan harga atau mark up dalam pelaksanaan ibadah tersebut.
Terkait hal ini, Hasrul pernah dimintai keterangan saat kasus ini masih dalam tahap penyelidikan. Hasrul yang juga ikut dalam rombongan haji menteri, mengaku memiliki relasi pengusaha katering di Arab Saudi. Relasi tersebut terbangun lantaran ia telah menjadi petugas haji sejak lama. Kendati demikian, ia mengaku tak memanfaatkan jabatannya terkait pengadaan katering penyelenggaraan ibadah haji.
Bersamaan dengan Hasrul, KPK juga menjadwalkan beberapa saksi lainnya. Mereka adalah Yanto yang merupakan Kepala Bagian Kesekretariatan Komisi VIII DPR dan tiga pihak swasta, yakni Iib Najiah Ropiuddin, Acum Marjuki Sukarta, serta Ida Farida Nailih.
Dalam kasus ini, KPK menetapkan Suryadharma sebagai tersangka. Ketua Umum Partai PPP tersebut diduga menyalahgunakan wewenang dan melakukan perbuatan melawan hukum yang memperkaya diri sendiri, orang lain, atau korporasi sehingga menyebabkan kerugian negara.
Ia dijerat Pasal 2 ayat 1 dan Pasal 3 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Ancaman hukumannya, maksimal penjara seumur hidup.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News