Reporter: Adinda Ade Mustami | Editor: Yudho Winarto
JAKARTA. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melakukan penggeledahan di rumah dan kantor seorang pengusaha asal Palembang, Muhammad Syarif Abubakar, di Kota Palembang, Sumatera Selatan. Penggeledahan tersebut dilakukan terkait kasus suap di lingkungan Mahkamah Konstitusi (MK) yang menjerat Wali Kota Palembang, Romi Herton.
"Ada penggeledahan di Palembang dan masih berlangsung sejak kemarin," kata Juru Bicara KPK Johan Budi, saat dihubungi, Kamis (26/6).
Penggeledahan dilakukan karena KPK menduga adanya jejak-jejak tersangka di tempat-tempat tersebut. Sebelumnya, KPK juga telah melakukan pencegahan terhadap Syarif. Ia dicegah bepergian ke luar negeri untuk enam bulan ke depan sejak 17 Juni 2014 lalu.
Pencegahan Syarif, dilakukan sehari setelah Romi ditetapkan sebagai tersangka kasus tersebut. Romi ditetapkan sebagai tersangka kasus tersebut bersama istrinya, Masyito pada 16 Juni 2014 berdasarkan Surat Perintah Penyidikan (Sprindik) tanggal 10 Juni 2014.
Dalam surat dakwaan mantan Ketua MK Akil Mochtat yang disusun Jaksa Penuntut Umum (JPU) pada KPK, Romi disebutkan telah menyuap Akil sebesar Rp 19,86 miliar. Uang tersebut diberikan agar dia dimenangkan dalam sengketa Pilkada Kota Palembang. Adapun Masyito berperan membantu Romi menyerahkan uang ke Akil.
Uang tersebut diberikan secara bertahap. Tahap pertama uang tersebut diberikan Romi melalui Masyito sebesar Rp 12 miliar dalam bentuk dollar Amerika dan Rp 3 miliar kepada tangan kanan Akil bernama Muhtar Ependy. Sementara sisanya, diberikan sesuai pembacaan putusan MK atas sengketa tersebut.
Atas perbuatan tersebut, keduanya disangkakan melanggar Lasal 6 ayat 1 huruf a Undang-Undang No 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 65 ayat 1 jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP dan pasal 22 jo Pasal 35 ayat 1 Undang-Undang No 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Pasangan suami-istri tersebut juga disangkakan memberikan keterangan palsu saat bersaksi dalam persidangan. Keduanya dijerat dengan Pasal 22 juncto Pasal 35 ayat 1 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomir 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News