Reporter: Sinar Putri S.Utami | Editor: Yudho Winarto
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mencatat alokasi dana Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) tidak memihak pada kepentingan masyarakat.
Hal itu terlihat dari laporan yang diterima KPK terkait APBD sebanyak 1.065 perkara hingga November 2017. Ketua KPK Basaria Panjaitan mengatakan, hal tersebut menyebabkan pelayanan publik tidak dapat disajikan lebih baik karena alokasi dana yang minim.
"Pengadaan barang dan jasa yang bersumber dari APBD sudah diatur sejak perencanaan, sehingga proses pengadaannya sendiri tidak bermakna lagi karena barang atau jasa yang dihasilkan bukanlah yang terbaik dari sisi harga maupun kualitas," ungkapnya kepada wartawan, Rabu (27/12).
Dengan demikian, pihaknya merekomendasikan aplikasi e-planning dan e-budgeting menjadi sistem dalam proses penyusunan APBD. Seperti pada proses pengadaan barang dan jasa, KPK mendorong diimplementasikannya sistem e-procurement yang sudah dibuat oleh Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKKP).
Begitu juga dengan pendirian Unit Layanan Pengadaan (ULP) yang mandiri, termasuk summber daya manusia pengelola yang independen. "KPK juga mendorong penggunaan e-catalog lokal di daerah. Tujuannya adalah agar proses pengadaan berjalan lebih terbuka, sehingga menghasilkan output pengadaan yang efektif dan efisien," tutur Basaria.
Pimpinan KPK yang lain Laode M. Syarif menyampaikan, hingga saat ini masih banyak daerah yang baru menerapkan e-budgeting dan e-planning dalam menyusun APBD.
"Yang sudah mulai menerapkan itu Surabaya dan DKI Jakarta, makanya kemarin ada yang aneh dalam penyusunan APBD Jakarta itu karena masyarakat juga memantau," tutupnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News