Reporter: Sinar Putri S.Utami | Editor: Sanny Cicilia
JAKARTA. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan mantan Kepala Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) Syafruddin Arsjad Temenggung sebagai tersangka kasus dugaan korupsi atas penerbitan Surat Keterangan Lunas (SKL) Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI).
Wakil Ketua KPK Basaria Panjaitan mengatakan, penetapan status tersangka itu karena KPK memiliki dua alat bukti. "Setelah terpenuhi dua alat bukti dan sudah dilakukan ekspose, pimpinan dan penyidik sepakat untuk menaikkan status ke penyidikan dan menetapkan Syafruddin sebagai tersangka," ujarnya, Selasa (25/4).
Syarifuddin diduga menyalahkan kewenangannya untuk menguntungkan diri sendiri dan orang lain saat menerbitkan Surat Keterangan Lunas (SKL) BLBI ke Sjamsul Nursalim, pemilik Bank Dagang Nasional Indonesia (BDNI) Padahal BDNI masih memiliki utang ke negara. "Penerbitan SKL diduga merugikan keuangan negara sekurang-kurangnya Rp 3,7 triliun," tandas Basaria.
Kasus BLBI kembali mencuat pasca mantan Menko Perekonomian Kwik Kian Gie diperiksa oleh KPK Kamis (20/4) lalu. Saat itu, Kwik, mengaku diperiksa sebagai saksi dalam kasus BDNI terkait SKL BLBI yang tengah diselidiki KPK. Ia diperiksa dalam kapasitasnya sebagai Menko Perekonomian kala itu. "Kasusnya BDNI antara tahun 2001, 2002 sampai 2004," ujar Kwik saat itu.
Basaria bilang, KPK akan terus mengembangkan kasus ini. Jadi tidak menutup kemungkinan akan ada tersangka lain jika KPK sudah memiliki bukti-bukti kuat lainnya.
Selain itu, KPK akan mendalami dugaan penerimaan fee ke Syafruddin dari Sjamsul atas penerbitan SKL tersebut. Oleh karena itu, KPK menghimbau ke Sjamsul Nursalim untuk datang ke KPK guna memberikan keterangan. Sjamsul yang juga merupakan pemilik dari PT Gajah Tunggal Tbk dikabarkan berada di Singapura.
Kilas balik atas kasus itu bermula dari krisis moneter tahun 1997/1998. Saat itu, BDNI menjadi salah satu bank dari 48 bank yang mendapat bantuan dana likuiditas Bank Indonesia (BLBI). Total kopral bantuan likudiitas BI mencapai Rp 147,7 triliun. Adapun, suntikan BLBI ke bank milik taipan Sjamsul Nursalim ini nilainya Rp 37,4 triliun. Pasca BDNI diambil al BPPN, sisa kewajiban Nursalim menjadi Rp 28,4 triliun.
Berdasarkan hasil audit Badan Pengawas Keuangan, dari total suntikan BLBI 147,7 triliun, sebesar Rp 138,7 triliun merugikan negara.
Saat pemerintahan Megawati di 2004, surat keterangan lunas atas debitur BLBI keluar, termasuk untuk Sjamsul. Era Susilo Bambang Yudhoyono kasus ini kembali dikuak. Jadi siapa yang dibidik KPK?
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News