Reporter: Adinda Ade Mustami | Editor: Hendra Gunawan
JAKARTA. Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta telah menjatuhkan vonis bersalah melakukan korupsi dalam pemberian Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek (FPJP) dan penetapan Bank Century sebagai bank gagal berdampak sistemik terhadap Budi Mulya. Budi Mulya dihukum 10 tahun penjara dan denda Rp 500 juta atas perbuatannya tersebut.
Tidak hanya menyatakan Budi Mulya bersalah, majelis hakim juga mengonfirmasi keterlibatan Dewan Gubernur Bank Indonesia (DGBI) lainnya dalam kasus tersebut termasuk keterlibatan Wakil Presiden Boediono yang kala itu menjabat sebagai Gubernur Bank Indonesia serta Raden Pardede selaku Sekretaris Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK).
Ketua tim Jaksa Penuntut Umum (JPU) pada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang mendakwa Budi Mulya, KMS Abdul Roni mengatakan KPK pasti akan menindaklanjuti hasil putusan majelis hakim tersebut. JPU bahkan telah melaporkan secara tertulis mengenai hasil vonis Budi Mulya kepada pimpinan KPK pada Kamis (17/6) kemarin.
“Kami sudah laporkan vonis majelis hakim kepada pimpinan KPK hari ini. Kami laporkan secara tertulis,” kata Roni di Gedung KPK, Jakarta, Kamis (17/6).
Lebih lanjut menurut Jaksa Roni, pihaknya berkeyakinan bahwa keterlibatan pihak-pihak tersebut dalam pemberian FPJP sebesar Rp 689,39 miliar dan dana talangan (bail out) sebesar Rp 6,7 triliun kepada Bank Century tersebut, memang ada dan terjadi.
Terlebih majelis hakim juga telah memutuskannya. Putusan hakim kata Jaksa Roni, menjadi alat bukti yang sangat kuat untuk mengusut keterlibatan pihak-pihak tersebut. "Tetapi, keputusan ada di pimpinan KPK," tambah dia.
Sebelumnya, Wakil Ketua KPK Bambang Widjojanto mengaku akan mempelajari laporan resmi dari JPU untuk menentukan langkah berikutnya terkait kasus ini. Kendati demikian, Bambang tak membantah bahwa putusan hakim menyatakan bahwa Dewan Gubernur BI lainnya dan Sekretaris KSSK terlibat dalam kasus ini.
"Masih memerlukan laporan dari JPU dan memperhatikan proses-proses selanjutnya, misalnya putusan banding," kata Bambang Rabu (16/6) lalu.
Bambang mengakui putusan hakim dalam persidangan tersebut sangat menarik karena tidak hanya memutuskan keterlibatan DGBI tetapi juga Sekretaris KSSK. Namun kata Bambang, ada yang lebih menarik lagi yakni perbedaan pendapat (dissenting opinion) oleh satu dari lima hakim yang mengadili perkara ini.
Menurut Bambang, perbedaan pendapat tersebut malah menjadi menarik lantaran Hakim Anggota Anas Mustaqim justru mempertanyakan peran detail dari Sri Mulyani selaku Ketua KSSK, Raden Pardede selaku Sekretaris KSSK, dan Boediono selaku anggota KSSK yang akhirnya memutuskan Century sebagai bank gagal berdampak sistemik sehingga Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) memberikan penyertaan modal sementara kepada Century.
"Dissenting opinion salah satu majelis, menarik masuk ketuanya (Ketua KSSK)," kata Bambang.
Anggota Tim Pengawas kasus Century Bambang Soesatyo pun menyambut baik putusan majelis hakim. Menurutnya, semua pihak yang ikut merekayasa langkah dan proses ilegal pemberian FPJP dan penetapan Bank Century sebagai bank gagal berdampak sistemik juga harus disalahkan dan dimintai tanggung jawab atas penyalahgunaan wewenang yang telah dilakukan.
Dihubungi KONTAN secara terpisah, Boediono melalui Juru Bicaranya, Yopie Hidayat, mengatakan bahwa dirinya tidak sependapat dengan putusan majelis hakim yang menyatakan bahwa pemberian FPJP adalah perbuatan melawan hukum. Menurutnya, pemberian FPJP dilakukan demi menyelamatkan perekonomian Indonesia.
"Dewan Gubernur BI bertindak berdasarkan Perpu yang jelas-jelas menyebutkan bahwa saat itu ada kegentingan yang memaksa," kata Boediono.
Lebih lanjut menurut Boediono, majelis hakim justru mempertimbangkan keterangan dari pihak yang dinilainya tidak berkompeten. Dalam Undang-Undang kata Boediono, BI adalah satu-satunya pihak yang berkompeten dan berwenang melakukan penilaian dan mengambil kebijakan di bidang perbankan.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News