Reporter: Adinda Ade Mustami | Editor: Yudho Winarto
JAKARTA. Sidang kasus dugaan korupsi dalam pemberian Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek (FPJP) dan penetapan Bank Century sebagai bank gagal berdampak sistemik kembali digelar, Rabu (16/7) besok. Rencananya, majelis hakim akan memutuskan nasib terdakwa mantan Deputi Gubernur BI Budi Mulya.
Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Bambang Widjojanto mengatakan, komisi berharap majelis hakim dapat menjatuhi hukuman untuk Budi Mulya sesuai dengan hukuman yang sebelumnya dituntut oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) pada KPK, yakni pidana penjara 17 tahun.
"Apa yang diyakini KPK, ada fakta perbuatan melawan hukum yang diduga dilakukan BM (Budi Mulya). Sanksi yang seyogianya diterima BM sudah dirumuskan dalam tuntutan dan semoga hakim sependapat dengan tuntutan KPK," Kata Bambang melalui pesan singkat, Selasa (15/7).
Bambang meyakini bahwa kasus yang kini tengah diadili telah memenuhi rumusan delik sehingga ditemukannya kesalahan dan orang yang dapat dipertanggungjawabkan.
Pemberian FPJP sebesar Rp 869 miliar kepada Bank Century kata Bambang, dikualifikasikan sebagai tindak pidana lantaran pemberian tersebut dilakukan dengan cara-cara yang diduga menyimpang. Pertama, FPJP diberikan setelah Peraturan Bank Indonesia terkait syarat Capital Adequacy Ratio (CAR) minimal dan agunan aset kredit kolektibilitas diubah.
"Kedua, Kendati sudah diubah, CAR yang sudah ada dalam posisi -3.53% juga tetap diberikan FPJP dengan menyajikan data yang keliru. Ketiga, jaminan aset, persyaratannya diubah, tidak ada due diligent dan aset yang dijamin juga tidak memenuhi syarat," ungkap Bambang.
Bambang juga menilai, adanya dugaan pemalsuan fakta akta pencairan FPJP. Disebutkan bahwa akta ditandatangani tanggal 14 November 2008 pukul 13.30, padahal akta ditandatangani sekitar pukul 02.00 WIB tanggal 15 November 2008.
Sementara itu, dalam proses penetapan Bank Century sebagai bank gagal berdampak sistemik menurut Bambang dikualifikasikan sebagai tindak pidana dan bukan merupakan kriminalisasi kebijakan publik.
Menurut Bambang, dalam persidangan telah terungkap bahwa Budi Mulya bersama pihak lainnya di Bank Indonesia telah mengabaikan hasil pemeriksaan onsite supervision BI sendiri atas Bank Century. Padahal, sejak tahun 2005 hingga 2008, BI sendiri menemukan banyak pelanggaran yang dilakukan Bank Century atas kredit fiktif, LC (Letter of Credit) fiktif dan pembiayaan fiktif tetapi tidak ditindak tegas. Terlebih, rekomendasi menutup Bank Century oleh Deputi Pengawasan Bank di BI diabaikan oleh Budi Mulya dan beberapa pihak di BI.
"Selain itu, Bank Indonesia mengakui per 31 Oktober 2008 CAR Bank Century adalah -3,53% dan kebutuhan dana maximum untuk memenuhi CAR 8% adalah Rp 4,7 triliun. Artinya, CAR -3,53% Bank Century tidak layak di Bailout (dana talangan) karena PBI baru mengharuskan minimal 0%. Sedangkan, kebutuhan dana hanya Rp 4,7 triliun, kenapa jadi Rp 6,7 trilun?" jelas Bambang.
Bambang juga menyebut, dalam pengusulan Bank Century sebagai bank gagal berdampak sistemik dilakukan dengan membuat analisis seolah bank tersebut berdampak sistemik. Hal itu dilakukan dengan menampil Data Bank Century yang tidak sebenarnya disajikan, seperti Surat-Surat Berharga (SBB) Valas macet dinyatakan lancar. Kemudian juga menyajikan kebutuhan dana yang seolah-olah kecil untuk menutupi kebutuhan dampak sistemik sehingga kebutuhan dana membengkak dari semula Rp 632 miiar menjadi Rp 6,7 triliun.
Semua tindakan tersebut kata Bambang menghasilkan kebijakan yang hanya sebagai kulit untuk menyembunyikan sarana perwujudan delik berupa perbuatan melawan hukum atau penyalahgunaan kewenangan.
Bambang juga menyesalkan adanya upaya-upaya dari sebagian kalangan yang tidak utuh dan tidak cermat mengikuti proses persidangan tapi membuat pernyataan melalui pendapat Amicus Curiae yang menyatakan pengadilan mengadili kebijakan. Pendapat tersebut kata Bambang, tidak hanya menyesatkan atas fakta persidangan sehingga dikualifikasi sebagai penghinaan peradilan (contempt of court) atau menghalangi jalannya persidangan (obstruction of justice) dan tidak layak dipertimbangkan hakim.
Lebih lanjut menurut Bambang, sebelumnya JPU pada KPK juga menuntut majelis hakim agar menghukum pemegang saham Bank Century yakni Hesham Talaat Mohamed Besheer Alwarraq agar turut bertanggung jawab atas kerugian negara dalam kasus tersebut.
Nantinya kata Bambang, jika majelis mengabulkan tuntutan tersebut dapat dijadikan sebagai argumen Pemerintah Indonesia dalam menarik kembali sengketa arbitase di internasional.
Sementara itu, soal pengembangan kasus ini sendiri, Bambang mengatakan bahwa komisi masih akan menunggu putusan majelis hakim esok. "Kita akan lihat, apa pertimbangan hakim dalam putusan itu," imbuhnya.
Seperti diketahui, dalam kasus nin Budi Mulya dituntut dengan hukuman pidana penjara selama 17 tahun dan pidana denda sebesar Rp 800 subsidair delapan bulan kurungan. Mantan Deputi Gunernur Bidang Pengelolaan Moneter dan Devisa tersebut juga dituntut dengan pidana tambahan yakni membayar uang pengganti sebesar Rp 1 miliar subsidair tiga tahun kurungan.
Selain itu, JPU juga menuntut Robert membayar uang pengganti sebesar Rp 2,75 triliun, Hesham Talaat Mohamed Besheer Alwarraq sebesar Rp 3,11 triliun, dan PT Bank Century (sekarang PT Bank Mutiara) membayar uang pengganti sebesar Rp 1,58 triliun.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News