kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.896.000   -8.000   -0,42%
  • USD/IDR 16.779   21,00   0,13%
  • IDX 6.369   106,29   1,70%
  • KOMPAS100 923   27,30   3,05%
  • LQ45 724   17,33   2,45%
  • ISSI 198   4,51   2,33%
  • IDX30 378   6,29   1,69%
  • IDXHIDIV20 458   7,62   1,69%
  • IDX80 105   3,28   3,22%
  • IDXV30 111   4,56   4,28%
  • IDXQ30 124   1,83   1,50%

Konglomerat Indonesia Diduga Larikan Aset ke Luar Negeri, Ini Kata Ekonom


Minggu, 13 April 2025 / 13:16 WIB
Konglomerat Indonesia Diduga Larikan Aset ke Luar Negeri, Ini Kata Ekonom
ILUSTRASI. Berdasarkan laporan Bloomberg, sejumlah konglomerat Indonesia ke luar negeri memindahkan aset ke Singapura


Reporter: Dendi Siswanto | Editor: Anna Suci Perwitasari

KONTAN.CO.ID-JAKARTA. Laporan Bloomberg baru-baru ini mengungkapkan praktik pelarian aset oleh sejumlah konglomerat Indonesia ke luar negeri.

Ekonom dan Pakar Kebijakan Publik dari UPN Veteran Jakarta, Achmad Nur Hidayat, menyebut tindakan tersebut sebagai bentuk pengkhianatan terhadap ekonomi nasional yang harus segera ditindak tegas oleh pemerintah.

“Alasan yang dikemukakan para pelaku, seperti kekhawatiran terhadap disiplin fiskal pemerintahan baru, ketidakstabilan politik, atau keinginan melindungi aset tidak bisa dibenarkan. Justru tindakan mereka memperburuk kondisi yang mereka takuti," ujar Achmad dalam keterangannya, Sabtu (12/4).

Achmad menjelaskan, pelarian modal dalam jumlah besar di tengah tekanan terhadap nilai tukar Rupiah ibarat menusuk jantung perekonomian sendiri. 

Baca Juga: Orang Kaya RI Larikan Aset ke Luar Negeri, Siapa Mereka?

Setiap dolar yang dipindahkan ke luar negeri akan mengurangi cadangan devisa, memperlemah nilai tukar, dan pada akhirnya memicu inflasi yang membebani masyarakat luas.

Menurutnya, kekayaan yang diperoleh para konglomerat tidak dapat dilepaskan dari kontribusi sumber daya alam, tenaga kerja, dan kemudahan regulasi di Indonesia. Oleh karena itu, mereka memiliki tanggung jawab moral untuk turut menjaga stabilitas ekonomi nasional.

Achmad juga menyoroti pola pelarian aset yang semakin kompleks. Salah satunya melalui penggunaan stablecoin seperti USDT yang memungkinkan transfer dana lintas negara tanpa pengawasan langsung dari otoritas keuangan. 

Selain itu, pembelian properti di Dubai dan Abu Dhabi menggunakan perusahaan cangkang dan dokumen palsu disebut sebagai upaya terstruktur untuk menghindari deteksi.

“Modus ini tidak hanya melanggar prinsip transparansi, tetapi juga membuka celah untuk pencucian uang dan penggelapan pajak,” jelasnya.

Ironisnya, tambah Achmad, sebagian besar pelaku justru merupakan pihak-pihak yang selama ini menikmati berbagai insentif dan fasilitas kemudahan berbisnis dari pemerintah Indonesia.

Fenomena ini juga menunjukkan lemahnya kepatuhan terhadap aturan DHE, di mana para eksportir seharusnya memulangkan devisa hasil ekspor ke dalam negeri. 

Baca Juga: Orang Kaya Indonesia Dikabarkan Pindahkan Kekayaan ke Luar Negeri, Ini Pemicunya

Achmad menyebut tindakan sebagian konglomerat yang justru menyimpan dana ekspor di luar negeri sebagai pelanggaran yang merugikan negara secara sistematis.

“Jika selama ini pemerintah memberikan berbagai kemudahan seperti perizinan cepat, insentif fiskal, atau akses ke proyek strategis, maka sudah saatnya kemudahan itu diikuti dengan kewajiban menjaga kepentingan nasional," kata Achmad.

Achmad pun mendorong agar pemerintah mengambil langkah tegas terhadap para pelanggar, termasuk mencabut izin usaha bagi perusahaan yang terbukti melarikan modal keluar negeri secara ilegal.

Sebagai solusi, Achmad mengusulkan lima langkah konkret yang perlu segera diambil pemerintah.

Pertama, memperketat pengawasan transaksi kripto melalui kerja sama internasional dan pemblokiran platform ilegal. Kedua, melakukan audit kekayaan dan pajak terhadap para konglomerat untuk memastikan kepatuhan.

Ketiga, memberikan sanksi tegas kepada pelanggar DHE, termasuk denda progresif hingga pencabutan izin usaha.

Keempat, mewajibkan pelaporan aset luar negeri dan mengenakan pajak progresif atas transaksi properti di luar negeri.

Kelima, merevisi UU Tindak Pidana Pencucian Uang untuk memperluas definisi pencucian uang hingga mencakup skema shell company dan transfer kripto.

Baca Juga: Prajogo Pangestu Tergusur dari Posisi Puncak Terkaya RI, Ini Penggantinya

Di sisi lain, pemerintah juga diminta untuk memperbaiki komunikasi kebijakan fiskal agar tidak menimbulkan kepanikan pasar. 

Namun, Achmad menegaskan, ketidakpastian bukanlah pembenaran bagi pemilik modal untuk melarikan dana ke luar negeri.

“Pemerintah perlu mengevaluasi ulang kebijakan fiskalnya sendiri. Target pertumbuhan 8% yang ambisius harus diimbangi dengan komunikasi yang jelas kepada pasar untuk mencegah kepanikan investor," pungkasnya.

Selanjutnya: Inilah 4 Permainan Ini Bisa Bantu Melatih dan Mengembangkan Motorik Halus Anak

Menarik Dibaca: 7 Ide Desain Dapur Terbaru 2025 yang Wajib Dicoba untuk Rumah Modern Anda

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU

[X]
×