kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45920,31   -15,20   -1.62%
  • EMAS1.347.000 0,15%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Konflik Rusia-Ukraina Bisa Tekan Pertumbuhan Ekonomi Global


Senin, 21 Maret 2022 / 16:42 WIB
Konflik Rusia-Ukraina Bisa Tekan Pertumbuhan Ekonomi Global
ILUSTRASI. Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo saat?menyampaikan hasil rapat dewan gubernur (RDG BI).


Reporter: Bidara Pink | Editor: Noverius Laoli

KONTAN.CO.ID -  JAKARTA. Bank Indonesia (BI) melihat, konflik antara Rusia dan Ukraina bisa menekan potensi pertumbuhan ekonomi global di tahun 2022. 

Bahkan, Gubernur BI, Perry Warjiyo, harus memangkas proyeksi pertumbuhan ekonomi global menjadi 4,2% yoy, dari perkiraan sebelumnya yang sebesar 4,4% yoy. 

Bila konflik terus memanas dan tak ada juntrungannya, pertumbuhan ekonomi global di tahun ini berpotensi kembali merosot hingga mentok di 3,8% yoy. 

Perry menyebut, salah satu dampak dari perang kedua negara yang menghambat pertumbuhan ekonomi global di tahun ini adalah adanya gangguan dalam mata rantai perdagangan global. 

Baca Juga: Transaksi Digital Banking Bank Mandiri Tembus Rp 320 Triliun hingga Februari 2022

“Karena ini berpengaruh pada pasokan dan volume perdagangan global. Kemudian akan berpengaruh pada pertumbuhan ekonomi global yang bisa lebih rendah dari 4,4% yoy,” ujar Perry, Senin (21/3) dalam Leaders’ Insight yang disampaikan secara virtual. 

Perry juga bilang, selain adanya gangguan mata rantai perdagangan, ketegangan Rusia dan Ukraina menyebabkan kenaikan harga-harga komoditas global. Tidak hanya komoditas energi, tetapi juga komoditas pangan. 

Hal ini kemudian berpotensi menyundut angka inflasi di berbagai negara, termasuk Indonesia. Akan tetapi, Perry juga melihat dampak positif dari ini terhadap perekonomian domestik, apalagi Indonesia eksportir komoditas. 

Baca Juga: BI Sarankan Normalisasi Kebijakan Harus di Saat yang Tepat

Selain peningkatan harga energi, konflik Rusia dan Ukraina ini menimbulkan risiko di jalur keuangan berupa cabutnya investor dari pasar keuangan negara berkembang. Investor saat ini kembali memilih untuk menempatkan modalnya di aset yang aman (safe haven instrument), termasuk menyimpannya dalam bentuk uang tunai (cash). 

“Sehingga mereka akan menarik aliran modal dari negara berkembang termasuk Indonesia dan ini akan berdampak pada stabiltas eksternal dan nilai tukar,” tandas Perry. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×