Reporter: Bidara Pink | Editor: Tendi Mahadi
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Bank Pembangunan Asia (ADB) mengerek proyeksi inflasi Indonesia pada tahun 2022. Lembaga tersebut memperkirakan, inflasi Indonesia pada tahun ini bisa berada di 4,0% yoy, atau lebih tinggi dari perkiraan sebelumnya yang sebesar 3,6% yoy.
Meski begitu, perkiraan inflasi dari ADB ini masih berada di kisaran sasaran Bank Indonesia (BI) yang sebesar 2% yoy hingga 4% yoy. Namun, memang melonjak dari inflasi pada tahun 2021 yang sebesar 1,6% yoy.
“Peningkatan inflasi pada tahun ini didorong oleh peningkatan harga komoditas dan permintaan masyarakat yang meningkat,” tutur ADB dalam laporan bertajuk Asian Development Outlook Supplement edisi Juli 2022 yang terbit Kamis (21/7) waktu setempat.
Sejauh ini, ADB mengapresiasi langkah pemerintah dalam mengontrol harga dalam negeri, yaitu dengan pemberian subsidi bahan bakar minyak (BBM), listrik, dan juga pengendalian harga komoditas pangan yang menjadi salah satu komoditas pelecut inflasi.
Baca Juga: Inflasi Global Jadi Tantangan, ADB Tetap Naikkan Prediksi Pertumbuhan Ekonomi RI
Bersamaan dengan ADB, BI juga kemudian mengerek perkiraan inflasi Indonesia pada tahun ini. Bedanya, BI meyakini kalau perkiraan inflasi pada tahun ini meleset dari target, dan bahkan melampaui target atas yang ditetapkan oleh BI.
Gubernur BI Perry Warjiyo mengatakan, inflasi pada tahun ini bisa di kisaran 4,5% yoy hingga 4,6% yoy. Ini juga lebih tinggi dari perkiraan sebelumnya yang sebesar 4,2% yoy.
Menurut Perry, tekanan inflasi pada tahun ini memang bersumber dari sisi penawaran, yaitu dari peningkatan harga pangan dan harga energi yang tidak disubsidi oleh pemerintah, seiring dengan gejolak global yang tinggi serta gangguan mata rantai pasok global.
Belum lagi, ada kebijakan proteksionisme pangan dari negara-negara lain yang menambah potensi inflasi.
Sedangkan harga energi yang tidak disubsidi antara lain harga bahan bakar minyak (BBM) Pertamax series, yang juga tercatat meningkat pada bulan ini seiring dengan peningkatan harga energi global.
Baca Juga: Pedagang: Harga Beberapa Kebutuhan Pokok Masih Mahal, Harga Cabai Rp 90.000 per Kg
Dalam menjaga inflasi agar tidak bergerak liar, Perry tetap mempersiapkan kuda-kuda. Salah satu yang dilakukan oleh BI adalah dengan stabilisasi nilai tukar rupiah, terutama memitigasi risiko inflasi dari harga-harga impor (imported inflation).
Namun, sejauh ini, Perry mengklaim pergerakan rupiah masih sesuai fundamentalnya. Meski memang tercatat mengalami depresiasi, tetapi depresiasi rupiah relatif lebih rendah dari negara-negara sebaya, seperti Malaysia, Thailand, dan lain-lain.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News