kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45927,64   6,18   0.67%
  • EMAS1.325.000 -1,34%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Komisi VIII DPR minta Kemensos perbarui data penduduk miskin


Rabu, 12 Februari 2020 / 15:34 WIB
Komisi VIII DPR minta Kemensos perbarui data penduduk miskin
ILUSTRASI. JAKARTA,06/02-PENURUNAN ANGKA KEMISKINAN. Warga berativitas di pemukiman nelayan kawasan Muara Angke, Jakarta, kamis (06/02). Angka kemiskinan Indonesia terus mengalami penurunan. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) penduduk miskin pada September


Reporter: Rahma Anjaeni | Editor: Yudho Winarto

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Anggota Komisi VIII Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI Idah Syahidah menjelaskan kriteria masyarakat yang layak untuk mendapatkan program bantuan sosial (bansos) Program Sembako dari Kementerian Sosial (Kemensos).

Menurutnya, masyarakat yang tepat untuk mendapatkan bantuan ini adalah masyarakat atau keluarga yang tidak dapat memenuhi kebutuhan pokok sehari-hari, atau dapat dikategorikan sebagai keluarga miskin.

Namun, pada saat penyaluran bansos, sering kali ditemukan adanya kejadian salah sasaran penerima bansos.

Untuk itu, Idah menyarankan agar pendataan penduduk miskin oleh Kemensos perlu diperbaiki dan diperbarui untuk meminimalkan terjadinya salah sasaran ini.

Baca Juga: Target penurunan angka kemiskinan hingga 6,5% pada 2024 dinilai tak realistis

Di sisi lain, Idah memahami bahwa Kemensos memang sudah berupaya menggunakan aplikasi Sistem Informasi Kesejahteraan Sosial - Next Generation (SIKS-NG) untuk melakukan pendataan. Namun demikian, menurut Idah masih banyak ditemukan masalah di dalam aplikasi tersebut.

Contohnya, banyak fitur aplikasi SIKS-NG yang masih belum sempurna, sehingga tidak dapat melacak jumlah data penduduk yang telah meninggal, pindah, atau tidak ditemukan. Akibatnya, operator harus menghitung ulang secara manual.

"Pada akhirnya hal ini akan membuat cara kerja menjadi semakin lambat," ujar Idah di dalam keterangan tertulis, Rabu (11/2).

Idah juga menyarankan agar Kemensos menyepakati terlebih dahulu standar kemiskinan mana yang akan digunakan. Apakah akan menggunakan data Badan Pusat Statistik (BPS) atau mungkin data Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN).

Selain itu, ia pun menyarankan agar pengambilan akurasi data harus dilakukan langsung ke sektor Rukun Tetangga (RT) setempat. Di mana sektor tersebut pasti lebih mengetahui persis data dan keadaan warganya.

Di sisi lain, Idah juga turut mengomentari cara pengukuran BPS untuk menghitung jumlah penduduk miskin. Pasalnya, BPS mengukur tingkat kemiskinan dari perspektif angka, atau pemenuhan kebutuhan dasar (basic needs).

"Dengan kata lain, BPS mengukurnya dari rata-rata pengeluaran perkapita penduduk perbulan di bawah garis kemiskinan," paparnya.

Baca Juga: Strategi pemerintah turunkan kemiskinan hingga 6,5% pada 2024

Padahal, menurut Idah, konteks kemiskinan itu sangat kompleks. Terlebih dengan kultur budaya yang berbeda, di mana hal ini turut mempengaruhi kedalaman tingkat kemiskinan antara satu wilayah dan wilayah lainnya.

"Oleh karena itu, perlakuannya tidak bisa disamakan, terutama dalam hal penyaluran dana," imbuhnya.

Lebih lanjut, Idah juga menyoroti data BPS yang kerap tidak mutakhir, sementara setiap hari selalu ada perubahan data penduduk yang lahir maupun meninggal dunia.

"Akibat dari data yang tidak akurat ini, akhirnya terjadilah salah terima Bansos. Di mana, penduduk miskin tidak menerima bantuan sementara penduduk mampu malah mendapatkan bansos," kata dia.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
Trik & Tips yang Aman Menggunakan Pihak Ketiga (Agency, Debt Collector & Advokat) dalam Penagihan Kredit / Piutang Macet Managing Customer Expectations and Dealing with Complaints

[X]
×