kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45919,51   10,20   1.12%
  • EMAS1.350.000 0,00%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Komisi III setuju usulan Dewan Pengawas KPK


Kamis, 04 Desember 2014 / 20:24 WIB
Komisi III setuju usulan Dewan Pengawas KPK
ILUSTRASI. Besok Diumumkan (20/6), Ini Cara Cek Pengumuman UTBK-SNBT 2023 di Link Utama & Mirror.


Sumber: Kompas.com | Editor: Uji Agung Santosa

JAKARTA. Wakil Ketua Komisi III DPR Benny Kabur Harman setuju mengenai usul adanya sebuah dewan pengawas untuk mengawasi Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Usulan tersebut diusulkan calon pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi Robby Arya Brata dalam uji kelayakan dan kepatutan di Komisi III DPR di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Kamis (4/12/2014).

"Kami berpandangan KPK itu memang harus diawasi. KPK memiliki kewenangan yang luar biasa tapi selama ini tidak ada komite etiknya," kata Benny di sela-sela uji kelayakan.

Benny menilai, tidak adanya lembaga yang mengawasi KPK bisa membuat lembaga tersebut kehilangan kendali. Bisa saja nantinya KPK sewaktu-waktu melanggar etika atau hukum. "Oleh sebab itu, dengan dewan pengawas ini kita bisa selalu menagih KPK untuk transparan dan akuntabel untuk melakukan penyidikan," ujarnya.

Dalam uji kelayakan, Robby Arya Brata menilai selama ini tidak ada penindakan jika ada unsur kejahatan korupsi yang dilakukan pimpinan KPK. "Pengawas internal enggak bisa, DPR enggak bisa. Perlu Dewan Pengawas KPK," ujar Roby.

Robby juga mengatakan, saat ini tidak ada suatu badan atau dewan yang mengawasi kinerja para pimpinan KPK. Akibatnya, kata dia, saat ini KPK bekerja cenderung liar. 

Dia mencontohkan mengenai kabar yang menyebutkan bahwa Ketua KPK Abraham Samad menggebrak meja dalam rapat bersama pimpinan KPK lainnya pada tahun 2012 silam. "Itu yang terjadi saat Abraham Samad menggebrak meja itu kan. Itu kejahatan besar," ucap Robby.

Sebagai informasi, saat ini ada dua macam kode etik yang diterapkan di KPK, yaitu kode etik pegawai dan kode etik pimpinan. Dikutip dari situs KPK, jika pegawai melakukan pelanggaran kode etik, maka yang memprosesnya adalah pengawas internal, kemudian dibentuk DPP (Dewan Pertimbangan Pegawai) sebagai  majelis pemeriksaan yang hasil keputusannya diserahkan kepada pimpinan untuk dieksekusi.

Sementara pelanggaran yang dilakukan oleh pimpinan akan diproses oleh komite etik yang terdiri atas unsur pimpinan, penasihat, dan eksternal KPK yang dianggap memiliki integritas. Komite etik pernah dibentuk KPK pada Februari 2013 ketika menelusuri dugaan bocornya draf surat perintah penyidikan (sprindik) terkait kasus yang melibatkan Ketua Umum Partai Demokrat ketika itu itu, Anas Urbaningrum.

Saat itu anggota komite etik yang ditunjuk adalah dua orang internal KPK, yaitu Bambang Widjojanto sebagai pimpinan KPK dan Abdullah Hehamahua sebagai unsur penasihat KPK. Sedangkan tiga orang eksternal KPK yang ditunjuk adalah Abdul Mukti Fajar (akademisi), Anies Baswedan (Rektor Universitas Paramadina), dan Tumpak Hatorangan Panggabean (mantan pimpinan KPK). (Ihsanuddin)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×