kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45921,75   12,44   1.37%
  • EMAS1.343.000 -0,81%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Koalisi Anti Utang tuntut transparasi soal BLBI


Rabu, 28 Januari 2015 / 17:02 WIB
Koalisi Anti Utang tuntut transparasi soal BLBI
ILUSTRASI. 5 Manfaat Ginseng untuk Kecantikan Kulit.


Reporter: Uji Agung Santosa | Editor: Uji Agung Santosa

JAKARTA. Koalisi Anti Utang meminta pemerintah transparan dalam nota keuangan Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (NK RAPBN) Perubahan 2015 dengan membuka status obligasi rekap. Dengan langkah itu maka dugaan rekayasa surat utang seperti reprofiling atau perpanjangan surat utang hingga 2043 yang membuat obligasi rekap terlihat seolah sebagai surat utang negara (SUN) reguler, bisa tersingkap.

Selain itu, Koalisi Anti Utang juga memberikan tujuh catatan dalam RAPBN Perubahan 2015. Ketua Koalisi Anti Utang Dani Setiawan dalam rilisnya mengatakan, pemerintah harus membeberkan beban utang tidak hanya beban bunga SUN. "Pemerintah juga perlu merinci bagian yang berasal dari obligasi rekap, yang merupakan beban akibat kejahatan ekonomi dalam mega skandal BLBI," katanya, Rabu (28/1).

Selain tuntutan pertama itu, tuntutan kedua adalah menghapuskan pembayaran bunga obligasi rekap dalam NK RAPBN Perubahan 2015 dan mengalihkan dana itu untuk melaksanakan kewajiban konstitusional negara. Misalnya, membangun sistem transportasi umum massal.  

Ketiga, pemerintah harus melakukan langkah-langkah penegakan hukum terhadap ulah para obligor yang jelas-jelas merugikan keuangan negara. Termasuk kepada oknum pejabat negara yang memberi peluang dan melakukan pembiaran atas terjadinya kerugian negara sebagai akibat dari ulah kejahatan ekonomi yang dilakukan para obligor.

Pemerintah, dalam hal ini Dirjen Kekayaan Negara/Dirjen Pengelolaan Utang Kementerian Keuangan, harus segera mengumumkan secara terbuka status semua obligor. Pengumuman itu memuat nama obligor, data jumlah utang, jumlah pembayaran, dan keberadaan mereka.

Keempat, pemerintah harus melakukan pemantauan dengan cermat terhadap sepak terjang para obligor yang sudah melakukan kejahatan ekonomi mega skandal BLBI. Terutama dalam upaya mereka untuk mencoba mengambil alih dan menguasai kembali aset mereka yang sudah didivestasi oleh BPPN/PPA. Termasuk tindakan para obligor yang menimbulkan gangguan terhadap operasi perusahaan mereka yang sudah didivestasi oleh BPPN/PPA.

Kelima, pemerintah tidak boleh membiarkan para obligor yang sudah melakukan kejahatan ekonomi mega skandal BLBI kembali mengangkangi aset-aset mereka yang sudah didivestasi oleh BPPN/PPA. Untuk mencegah terulangnya praktik kejahatan ekonomi dalam kegiatan korporasi dan memaksa negara untuk melakukan talangan atas kerugian yang timbul akibat dari kejahatan ekonomi yang dilakukan oleh para obligor BLBI.

Keenam, pemerintah harus memastikan bahwa perusahaan yang sudah didivestasi oleh BPPN/PPA terbebas dari gangguan pemilik lamanya, yaitu para obligor yang sudah melakukan kejahatan ekonomi mega skandal BLBI.

"Bagaimanapun juga gangguan itu bisa berdampak negatif terhadap perekonomian, khususnya bisa berdampak tidak optimalnya penerimaan pajak oleh negara," katanya. Gangguan yang dilakukan oleh pemilik lama tentunya akan berpengaruh pada kinerja perusahaan. Padahal perusahaan itu harus didorong dan dipastikan oleh pemerintah untuk bisa menciptakan lapangan kerja dan memberikan penerimaan pada negara dalam bentuk pajak.

Ketujuh, pemerintah harus bertindak tegas terhadap para obligor yang sudah melakukan kejahatan ekonomi mega skandal BLBI dengan cara memasukkan mereka kedalam daftar hitam.

Tujuh tuntutan ini didasari atas beban pemerintah dalam membayar utang sangat besar, termasuk bunga obligasi rekapitalisasi dari Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI). Beban pembayaran utang tersebut akan terus menggerogoti Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) hingga tahun 2055.

Hingga akhir tahun 2012 lalu, pemerintah harus mengalokasikan dari APBN sekitar Rp70 triliun-Rp80 triliun setiap tahun hanya untuk membayar bunga obligasi rekap. Jika dihitung dari tahun 2013 sampai 2030, maka nilainya tak kurang dari Rp1.360 triliun. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
Success in B2B Selling Omzet Meningkat dengan Digital Marketing #BisnisJangkaPanjang, #TanpaCoding, #PraktekLangsung

[X]
×