kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.886.000   2.000   0,11%
  • USD/IDR 16.616   19,00   0,11%
  • IDX 6.944   111,51   1,63%
  • KOMPAS100 1.006   18,50   1,87%
  • LQ45 779   14,10   1,84%
  • ISSI 221   2,67   1,22%
  • IDX30 404   6,95   1,75%
  • IDXHIDIV20 476   8,92   1,91%
  • IDX80 113   1,73   1,55%
  • IDXV30 116   1,67   1,46%
  • IDXQ30 132   2,70   2,09%

KLH: Praktik ilegal logging telah bermetamorphosis


Rabu, 25 Februari 2015 / 20:58 WIB
KLH: Praktik ilegal logging telah bermetamorphosis
ILUSTRASI. Simak alasan kenapa soda kue tidak boleh digunakan untuk tanaman Anda


Reporter: Mona Tobing | Editor: Uji Agung Santosa

JAKARTA. Praktik perambahan hutan kian beragam. Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLH) mengaku modus illegal logging telah bermetamorphosis lewat cara perizinan. 

Menteri Kementerian KLH, Siti Nurbaya mengatakan, illegal logging seperti teroris. Misalnya, izin yang digunakan untuk menanam sawit pada pinggir daerah perbatasan Indonesia. Namun belakangan menjadi pintu keluarnya kayu glondongan dari Indonesia ke Malaysia.

“Atau cara lain lebih bermodal dengan penggangkutannya dengan helikopter untuk mengambil barangnya. Sementara cara transaksinya tidak lagi lewat transfer bank. Tapi juga transaksi langsung lewat warung-warung kecil di daerah,” tandas Siti pada Selasa (24/2).

Mengantisipasi kondisi tersebut, Menteri Siti mengatakan tim kerja Kementerian LHK tengah mengaudit sejumlah perusahaan yang dalam laporannya diduga melakukan pelanggaran perambahan hutan.  

Namun Kementerian LHK membantah bahwa illegal logging telah membuat jarak konsumsi kayu dari hasil illegal logging mencapai 30%. Perbedaan catatan nilai ekspor memang terlihat jika membandingkan catatan Kementerian LHK (Sistem Informasi Legalitas Kayu/SILK) dan Kemendag (Indonesian National Single Window/INSW).

Berdasarkan SILK, nilai ekspor produk kayu Indonesia pada tahun 2014 lalu sebesar US$ 6,6 miliar. Sementara berdasarkan INSW sebesar US$ 9,8 miliar.

Perbedaan terjadi karena SILK hanya mencatat produk berbasis kayu yang sudah diwajibkan untuk menggunakan dokumen v-legal yakni proses ekspor yang diatur dalam Sistem Verifikasi Legalitas Kayu (SVLK). Produk tersebut adalah plywood, woodworking, dan bubur kayu.

Sementara produk furnitur dan sebagian produk kertas belum dikenai kewajiban SVLK, meski sudah ada yang memanfatkan dokumen v-legal dalam proses ekspornya. Jadi yang dicatat di SILK hanya yang sudah diwajibkan saja. Sebagian produk kertas berorientasi ekspor yang berbahan baku kayu limbah, juga belum diwajibkan. Inilah yang memunculkan perbedaan angka ekspor.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Cara Praktis Menyusun Sustainability Report dengan GRI Standards Strive

[X]
×