Reporter: Asep Munazat Zatnika, Noverius Laoli | Editor: Sanny Cicilia
JAKARTA. Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) lewat tim satuan tugas (satgas) anti illegal fishing telah menyelidiki dugaan perbudakan yang disertai kekerasan yang dilakukan oleh PT Pusaka Benjina Resources di Kepulauan Aru, Maluku. Hasilnya, tim ini menemukan indikasi kuat adanya kejahatan kemanusiaan di kapal itu.
Ketua Satgas anti illegal fishing KKP Achmad Santosa mengatakan, berdasarkan hasil temuan tim KKP di lapangan ada indikasi praktek perbudakan di Benjina Resources. Menurutnya, tim KKP telah menginvestigasi sekitar 322 anak buah kapal (ABK) yang sebagian besar berasal dari Myanmar. "Kami sudah mengamankan dan memindahkan 322 ABK tersebut karena pertimbangan keamanan," ujar Achmad, Selasa (7/4). Achmad menyatakan, tim KKP telah memindahkan 322 ABK itu ke Tual, Maluku.
Selain menemukan praktek perbudakan, tim KKP juga menemukan ABK asing melanggar ketentuan, seperti masuk ke wilayah Indonesia tanpa izin resmi dan pemalsuan dokumen. Terkait temuan ini, "sekarang masih kami dalami dan akan kami laporkan kepada Ibu Susi (Menteri KKP)," ungkap Achmad.
Sementara itu, hasil temuan tim satgas KKP tentang kekerasan di Benjina juga telah dikoordinasikan dengan polisi, Kementerian Ketenagakerjaan, Kementerian Sosial dan Komisi Nasional (Komnas) Hak Asasi Manusia (HAM).
Kasus dugaan kekerasan yang terjadi di Maluku ini memang menjadi perhatian khusus pemerintah. Bahkan, kemarin Presiden Joko Widodo (Jokowi) menggelar rapat terbatas untuk membahas kasus perbudakan di Benjina. Jokowi meminta seluruh pihak berkoordinasi guna mengatasi masalah ini. "Kementerian harus melakukan tindakan berdasarkan fakta-fakta yang terjadi," kata Jokowi.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News