Reporter: Siti Masitoh | Editor: Anna Suci Perwitasari
KONTAN.CO.ID – JAKARTA. Kinerja kegiatan usaha tercatat turun pada kuartal III 2024, bila dibandingkan kuartal sebelumnya.
Kinerja kegiatan usaha yang turun terlihat dari hasil Survei Kegiatan Dunia Usaha (SKDU) Bank Indonesia (BI), yang mencatat nilai Saldo Bersih Tertimbang (SBT) sebesar 14,40%, lebih rendah bila dibandingkan SBT kuartal II 2024 yang sebesar 17,20%.
Kepala Ekonom Bank Permata Josua Pardede menilai, penurunan kegiatan usaha pada kuartal III 2024 disebabkan pola musiman sebagaimana yang terjadi di tahun 2021, 2022, dan 2023.
Menurutnya, salah satu faktor yang mempengaruhi turunnya kegiatan usaha adalah tidak adanya faktor pendorong yang cukup besar di kuartal III 2024, karena periode Ramadan dan Idul Fitri, Idul Adha serta libur panjang hampir semuanya terjadi di kuartal kedua.
“Sehingga aktivitas masyarakat juga cenderung melambat pada kuartal ketiga ini,” tutur Josua kepada Kontan, Kamis (17/10).
Baca Juga: Survei BI: Ekspansi Manufaktur Melambat di Kuartal III 2024
Adapun khusus untuk industri manufaktur, penurunan kegiatan usaha tersebut utamanya terjadi di sektor-sektor yang berorientasi ekspor, seperti industri tekstil, industri logam dasar, industri tekstil, dan industri barang logam.
Josua menyebut, perlambatan ekonomi China juga menjadi salah satu faktor dari penurunan aktivitas bisnis subsektor industri tersebut.
Meski begitu, Josua memperkirakan pada kuartal IV 2024 mendatang sektor-sektor yang terkait dengan kegiatan leisure seperti transportasi dan hotel-restoran akan mengalami peningkatan aktivitas dunia usaha seiring dengan libur Natal dan Tahun Baru.
“Hal tersebut juga tercermin dari peningkatan ekspektasi kegiatan usaha di sektor transportasi dan pergudangan serta penyediaan akomodasi dan makan minum di kuartal IV dibandingkan dengan kuartal III 2024,” ungkapnya.
Lebih lanjut, untuk sektor lainnya, karena belum dimulainya masa tanam dan panen maka memberikan tekanan pada sektor pertanian dan perkebunan di Indonesia.
Sementara itu, Josua menambahkan, masih adanya risiko perlambatan ekonomi China di akhir tahun ini juga memberikan tantangan sendiri bagi sektor manufaktur Indonesia, utamanya sektor-sektor yang bergantung kepada pasar ekspor.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News