Reporter: Arif Ferdianto | Editor: Avanty Nurdiana
KONTAN.CO.ID – JAKARTA. Asosiasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (Aspirasi) menilai perubahan kebijakan Upah Minimum Provinsi (UMP) yang kerap terjadi dalam beberapa tahun terakhir menunjukkan inkonsistensi pemerintah dalam menciptakan formula yang adil bagi pekerja sekaligus menjaga stabilitas bisnis pengusaha.
Presiden Aspirasi, Mirah Sumirat mengatakan, ketidakstabilan ini dipicu ketidakselarasan antara kebutuhan riil pekerja, tekanan inflasi, dan dinamika pertumbuhan ekonomi.
"Karena tidak ada desain kebijakan yang benar-benar komprehensif dan konsisten, maka regulasi sering direvisi, menimbulkan ketidakpastian bagi seluruh pihak," ujarnya kepada Kontan, Rabu (10/12/2025).
Mirah menilai, ketidakstabilan ini mengindikasikan formula penghitungan UMP saat ini gagal memenuhi prinsip keadilan dan kepastian. Dari perspektif buruh, formula yang ada cenderung mengabaikan kenaikan biaya hidup di lapangan. Sebaliknya, pengusaha merasa formula yang kaku justru membebani biaya produksi.
Baca Juga: Aturan UMP 2026 Sudah Final, Tapi Pemerintah Belum Mau Umumkan — Ada Apa?
"Artinya, bukan sekadar berat sebelah, tetapi justru menunjukkan formula saat ini belum mampu menjembatani kebutuhan dua kepentingan sekaligus: kesejahteraan pekerja dan keberlanjutan usaha," tegasnya.
Untuk menciptakan formula UMP yang dapat diterima semua pihak, Mirah mendorong pemerintah mengadopsi empat pilar utama. Pertama, UMP harus berbasis Kebutuhan Hidup Layak (KHL) yang diperbaharui secara berkala dan tidak sekadar simbolis.
Kedua, pemerintah harus mengadopsi variabel ekonomi makro seperti inflasi dan pertumbuhan ekonomi secara lebih transparan dan akuntabel. Ketiga, perundingan tripartit harus bersifat bermakna, bukan sekadar formalitas.
Keempat yang paling penting, pemerintah harus menjamin kepastian jangka menengah, dengan menetapkan formula yang berlaku minimal 3–5 tahun tanpa revisi mendadak.
"Keseimbangan ini hanya tercapai jika pemerintah membuka ruang dialog yang jujur, transparan, dan berbasis data," pungkasnya.
Selanjutnya: Kemenhut Sebut Kayu Gelondongan di Lampung Bukan Hanyut Akibat Banjir Sumatra
Menarik Dibaca: Dari Hemat Biaya sampai Turunkan Emisi, Ini Kelebihan Solar Panel untuk Bangunan
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News













