Reporter: Bidara Pink | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pemerintah memiliki asa untuk menerapkan pajak karbon per 1 Juli 2022. Mendekati hari-H, pemerintah justru melempar sinyal akan kembali menunda implementasi kebijakan tersebut.
Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan Febrio N. Kacaribu mengungkapkan, hal ini seiring dengan gejolak global yang memang perlu diantisipasi.
“Mengingat kondisi global yang belum cukup kondusif, maka kami masih terus menyempurnakan skema pasar karbon. Dengan kondisi saat ini, pemerintah mempertimbangkan untuk meninjau kembali pemberlakuan pajak karbon pada Juli 2022 ini,” tutur Febrio kepada awak media, Kamis (23/6).
Namun, saat ini Febrio menegaskan seluruh peraturan pendukung pajak karbon masih dimatangkan oleh seluruh kementerian/lembaga (K/L), termasuk Kementerian Keuangan.
Baca Juga: Berlaku 1 Juli, Pajak Karbon juga Menyasar Konsumen lo, Ini Detilnya Sesuai UU HPP
Penyusunan peraturan ini tentu mempertimbangkan seluruh aspek, termasuk pengembangan pasar karbon, pencapaian target Nationally Determined Contribution (NDC), kesiapan sektor, dan kondisi perekonomian Indonesia.
Di tengah kondisi global yang penuh ketidakpastian, maka pemerintah ingin menyempurnakan skema pasar karbon, karena ini sangat krusial bagi pencapaian NDC, termasuk juga untuk memperbaiki peraturan perundang-undangan terkait. Menurutnya, ini akan menjadi pelengkap penerapan pajak karbon.
Meski begitu, Febrio memastikan pajak karbon tetap ditargetkan untuk pertama kali pada pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) batubara dengan mekanisme cap and tax mulai 2022, sesuai dengan amanat Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP).
Baca Juga: Pendiri METI Desak Penundaan Munas, Ini Alasannya
Pemerintah juga tetap ingin menjadikan penerapan pajak karbon pada tahun ini sebagai penggerak kebijakan strategis untuk dipamerkan dalam Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) G20 mendatang.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News