Reporter: Noverius Laoli | Editor: Noverius Laoli
Sebagai perusahaan perawatan kesehatan wanita, tujuan kami pada tahun 2020-2021 adalah memberikan akses keluarga berencana kepada 25.000 petani wanita dengan memastikan ketersediaan alat kontrasepsi modern yang terjangkau.
"Dengan demikian, Bayer ingin meningkatkan kesehatan, hak, dan status ekonomi wanita - langkah besar untuk meningkatkan kesetaraan gender,” jelas Laksmi.
Grup APRIL, Produsen pulp dan kertas berkelanjutan yang berbasis di Pangkalan Kerinci, Provinsi Riau juga memiliki program pemberdayaan perempuan, salah satunya dengan mendirikan Rumah Batik Andalan dimana APRIL memberdayakan lebih dari 70.000 rumah tangga untuk meningkatkan pendapatan lewat membatik.
APRIL juga mendorong kegiatan one village one commodity (OVOC) sejak 2014 dengan memberikan pelatihan pertanian yang berkelanjutan untuk komunitas sekitar wilayah operasional yang diantaranya adalah petani wanita.
Baca Juga: Pemerintah anggarkan Rp 89,6 triliun per tahun untuk tangani perubahan iklim
“Di APRIL, partisipasi wanita dilakukan semua level internal dan supply chain kami. Kami juga mendorong berbagai program komunitas yang dapat meningkatkan taraf hidup masyarakat secara berkelanjutan sejalan dengan tujuan sustainable development goals,” ujar Anita Bernardus, Deputy Director of Corporate Communications Grup APRIL.
Inisiatif sektor swasta ini memperlihatkan bahwa upaya-upaya untuk mengembangkan kesetaraan gender dan pemberdayaan perempuan menunjukkan perbaikan dari tahun ke tahun.
Namun, masih ada tantangan nyata yang harus dihadapi bersama oleh pemerintah, sektor bisnis dan masyarakat. Dari laporan pencapaian SDG 5 mengenai kesetaraan gender di Indonesia pada 2019, masih ditemukan sekitar 18,3% perempuan yang pernah/sedang menikah mendapat kekerasan fisik dan/atau seksual dari pasangannya selama hidup mereka.
Bahkan, 4,9% mengalaminya dalam 12 bulan terakhir. Kekerasan terhadap perempuan ini terjadi baik di daerah perkotaan (36.3%) dan juga daerah pedesaan dengan persentase yang relatif lebih kecil (29,8%).
Pandemi Covid-19 yang telah menimbulkan distorsi pada hampir seluruh sektor kehidupan ternyata juga membawa dampak negatif ganda bagi kaum perempuan. Gugus Tugas Nasional Percepatan Penanganan COVID-19 melaporkan bahwa kekerasan terhadap perempuan meningkat tajam selama pandemi (Kompas, 3 Juni 2020).
Baca Juga: Tantangan mencapai pembangunan berkelanjutan di era new normal
Pusat pelayanan terpadu pemberdayaan perempuan dan anak (P2TP2A) dan Komnas Perempuan mencatat peningkatan kasus kekerasan pada perempuan sebesar 75% sejak pandemi COVID-19. Kasus kekerasan pada perempuan ini terjadi baik pada ranah personal (75,4%), ranah komunitas (24,4%) dan ranah negara (0,08%).
Meningkatnya kasus kekerasan pada perempuan pada masa sulit pandemi Covid-19 menyingkap masih adanya kerentanan terhadap capaian kita dalam kesetaraan gender dan pemberdayaan perempuan. Kita perlu mendidik diri terus-menerus untuk memastikan bahwa kesetaraan gender dan pemberdayaan perempuan mengakar kuat dalam mindset, tindakan dan budaya kita.
“Untuk para wanita muda, saya pesan, yang paling penting kita liberate our mind. Jangan pernah merasa terkekang atau terkungkung karena kita merasa wanita. Justru, kita bebaskan pikiran kita bahwa kita wanita bisa melakukan apa saja, seperti yang dilakukan oleh pria,” pesan Susi Pudjiastuti, Menteri Kelautan dan Perikanan RI 2014 -2019.
Susi menambahkan, “Benar fisik kita tidak sekuat mereka (pria), tapi liberate our mind itu pikiran kita, kemampuan kita bekerja, profesionalisme kita itu pasti bisa. Jadi yang pertama, bebaskan pikiran kita atas keterbatasan diri kita sebagai wanita.”
Selanjutnya: Tantangan mencapai pembangunan berkelanjutan di era new normal
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News