Sumber: Kompas.com | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Aksi massa di sejumlah daerah terjadi sejak awal pekan, Senin (23/9) hingga Rabu (25/9) kemarin. Massa menuntut Presiden Joko Widodo membatalkan UU tentang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) versi revisi dan penundaan pembahasan sejumlah RUU lainnya.
Penundaan pembahasan 4 RUU sudah dipenuhi, tetapi mengenai UU KPK, Presiden Jokowi tak akan mencabutnya. Aksi masih terus terjadi, dan ratusan orang menjadi korban luka dari sejumlah wilayah, seperti Jakarta, Bandung, Sumatera Selatan, hingga Sulawesi Selatan.
Hingga kemarin, komunikasi yang dilakukan pemerintah merespons situasi terkini dilakukan oleh para menteri.
Baca Juga: Ada 26 poin UU KPK hasil revisi yang berisiko melemahkan KPK, apa saja?
Pengamat politik dari Universitas Gadjah Mada Kuskridho Ambardi mengatakan, meskipun situasi dan isu yang berkembang bisa ditangani oleh menteri terkait, tetapi mengenai perkembangan yang terjadi, Presiden Jokowi dinilainya harus memberikan respons langsung.
"Saya kira kalau dari kewenangan, isu, dan situasi ini bisa ditangani oleh Menko Polhukam dan Kepala KSP. Tapi, perkembangan situasi mutakhir nampaknya menuntut respons langsung Presiden," ujar Kuskridho Ambardi, yang biasa disapa Dodi, saat dihubungi Kompas.com, Kamis (26/9).
Menurut Dodi, cara berkomunikasi Presiden dengan mendelegasikan kepada para menterinya untuk berbicara ke publik tidak akan meredam situasi dan gejolak di masyarakat.
Baca Juga: Prediksi Kurs Rupiah: Sulit Rebound Karena Dikepung Sentimen Negatif
"Karena, dalam banyak protes itu merujuk pada Presiden. Sehingga, jika Presiden tidak meresponsnya secara langsung, justru akan menjauhkannya dari peluang merebut simpati," ujar Dodi. "Apalagi jika cara berkomunikasi Menko Polkam dan Kepala KSP kurang empati," kata dia.
Dodi menilai, apa yang dilakukan Ketua DPR Bambang Soesatyo dengan menjenguk korban demontrasi lebih simpatik, terlepas dari ada intensi politik di baliknya. Bola panas di tangan Presiden Aksi yang dilakukan mahasiswa, pelajar, dan elemen masyarakat lainnya tak hanya mengarah kepada tuntutan Presiden untuk membatalkan UU KPK, tetapi juga menyoroti kinerja DPR.
Sementara, suara partai merespons serangkaian aksi ini juga tak banyak terdengar. Menurut Dodi, partai memilih tak banyak berbicara karena "bola panas" saat ini ada di tangan Presiden. Sebab, Presiden palang terakhir untuk menunda UU, atau yang berhak mengeluarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) terkait UU KPK. Situasi seperti ini dinilainya lebih menguntungkan partai.
"Situasi ini lebih menguntungkan partai. Meskipun demo juga merambah ke Senayan, urutan palang pintu itu yang paling akhir tetap Presiden," ujar Dodi.
Ia mengatakan, sikap untuk memilih diam adalah sebaik-baik taktik politik bagi partai dan DPR untuk saat ini. Terakhir, pada Senin (23/9), Presiden Jokowi merespons tuntutan massa aksi dengan mengatakan tak akan mengeluarkan Perppu dan tak akan mencabut UU KPK hasil revisi yang telah disahkan DPR.
Baca Juga: Istana berjanji akan berikan sanksi bagi aparat yang melanggar
Pernyataan ini disampaikan Presiden pada Senin petang, saat aksi di beberapa daerah mulai terjadi. Dalam perkembangannya, aksi semakin meluas dan terjadi tindak kekerasan terhadap massa aksi.
Ratusan orang mengalami luka-luka dan menjalani perawatan di sejumlah rumah sakit. Terkait perkembangan situasi ini, Menko Polhukam Wiranto meminta tidak ada lagi aksi demonstrasi terkait penolakan sejumlah rancangan undang-undang (RUU).
Menurut dia, beberapa RUU sudah dinyatakan ditunda pengesahannya oleh DPR, yaitu Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, RUU Pertanahan, RUU Minerba, dan RUU Pemasyarakatan (PAS). Oleh karena itu, ia menilai bahwa aksi demonstrasi dinilai sudah tidak lagi relevan.
Baca Juga: Mahasiswa Universitas Al Azhar Faisal Amir dalam kondisi kritis
"Dengan adanya penundaan itu yang didasarkan oleh kebijakan pemerintah untuk lebih mendengarkan suara rakyat maka sebenarnya demonstrasi-demonstrasi yang menjurus kepada penolakan Undang-Undang Pemasyarakatan, RKUHP, Ketenagakerjaan, itu sudah enggak relevan lagi, enggak penting lagi," kata Wiranto dalam konferensi pers di Gedung Kemenko Polhukam, Selasa (24/9).
Sementara itu, pada Rabu kemarin, Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly menegaskan, sikap Presiden Jokowi tak akan berubah. Tak akan mencabut UU KPK.
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Merespons Aksi dan Situasi Terkini, Presiden Jokowi Harus Bicara, Jangan melalui Menteri"
Penulis : Retia Kartika Dewi
Editor : Inggried Dwi Wedhaswary
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News