Reporter: Muhammad Yazid | Editor: Yudho Winarto
JAKARTA. Pertumbuhan Perekonomian Indonesia pada tahun depan tampaknya bisa terganjal turunnya daya beli seiring semakin bertambahnya beban masyarakat. Misalnya saja, kenaikan tarif jalan tol yang berlaku mulai awal November ini dan rencana kenaikan tarif tenaga listrik sebagai konsekuensi penurunan subsidi pada awal Januari 2016 mendatang.
Mohammad Faisal, Ekonom Core Indonesia mengatakan, kenaikan tarif jalan tol dan pengurangan subsidi listrik berlawanan dengan pemberian paket kebijakan ekonomi. "Paket kebijakan seharusnya konsisten dilakukan pemerintah, tapi karena beberapa kebijakan lain yang kurang tepat tentu akan menyulitkan perekonomian secara menyeluruh," katanya ke KONTAN, Minggu (1/11).
Namun, Faisal tidak menggambarkan secara detail pengaruh dan dampak perekonomian Indonesia ke depan akibat peningkatan tarif ini. Sebab, sampai saat ini, belum ada keputusan dari pemerintah terkait mekanisme kenaikan tarif pasca penurunan pemberian subsidi listrik.
Yang jelas, kenaikan tarif listrik yang diproyeksikan akan dilakukan pada awal Januari depan dipastikan akan menggerogoti ekonomi masyarakat menengah ke bawah. "Kompensasi yang subsidi lewat program program kartu juga belum meng-cover seluruh masyarakat, belum lagi kalau ada salah sasaran," kata dia.
Kenaikan tarif jalan tol telah berlaku juga akan mengganggu biaya logistik pengusaha maupun daya beli masyarakat menengah. Alhasil, pemberian restu pemerintah kepada pada badan usaha jalan ton (BUJT) untuk memberlakukan tarif baru inkonsisten dengan kebijakan pemerintah untuk membantu pengusaha mengurangi beban produksi.
Berly Martawardaya, Ekonom UI mengatakan, kenaikan tarif jalan tol yang diberlakukan juga kurang tepat. Semestinya, tidak hanya ditetapkan berdasarkan inflasi namun juga harus mempertimbangkan break event point (BEP) alias balik modal pengelola jalan tol.
Dengan begitu, tol ruas Jakarta-Bogor-Ciawi atau ruas tol Jakarta-Tangerang yang telah lama dioperasikan sudah tidak pas lagi untuk dinaikkan. "Kalau di negara maju, jalan tol yang sudah BEP justru diturunkan, dan dihitung berdasarkan biaya pengelolaannya saja," kata dia.
Meski begitu, Berly sependapat dengan keputusan pemerintah yang mengalihkan subsidi produk atau komoditas kepada subsidi orang yang berhak. Menurut dia, kenaikan tarif listrik yang diproyeksikan naik pada Januari mendatang juga tidak akan mengganggu daya beli masyarakat.
Dia menjelaskan, sudah diakomodasinya upah minimum provinsi (UMP) sesuai besaran pertumbuhan ekonomi dan inflasi tentunya akan mempertahankan daya beli masyarakat di tahun depan. "Tidak bisa juga dilihat secara langsung dampak ke inflasi kenaikan listrik dan tarif jalan tol, sebab komponen utama inflasi masih soal harga pangan beras," kata dia.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News