Reporter: Fahriyadi | Editor: Adi Wikanto
JAKARTA. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) DKI Jakarta meminta jaminan perbaikan layanan sebelum memutuskan kenaikan tarif angkutan darat secara resmi. Oleh karena itu, DPRD DKI Jakarta kemudian menunda penetapan kenaikan tarif angkutan umum dari rencana sebelumnya, Jumat (28/6).
Wakil Ketua DPRD DKI Jakarta Triwisaksana mengatakan, DPRD menunda penetapan kenaikan tarif angkutan hingga pekan depan. "Usulan kenaikan mencapai 50%, wajar jika penumpang menuntut perbaikan layanan," ujarnya usai rapat dengan Dinas Perhubungan DKI Jakarta (28/6).
Saat ini mayoritas anggota DPRD masih melihat ketidakseimbangan antara usulan kenaikan dengan layanan. Usulan kenaikan tarif hanya memperhitungkan sisi pengusaha, bukan masyarakat.
Jika ada jaminan perbaikan layanan, dia berharap penetapan kenaikan tarif angkutan segera diberlakukan. Namun sebelum ada keputusan Triwisaksana meminta Dinas Perhubungan DKI mengambil tindakan atas kenaikan tarif sepihak oleh operator.
Atas tuntutan DPRD itu, Kepala Dinas Perhubungan Pemprov DKI, Udar Pristono berjanji untuk menindaklanjuti. Menurut Udar perbaikan layanan dilakukan dengan penegakan aturan hukum di sisi hilir dan hulu. "Operator angkutan darat harus mempunyai pool atau depo sehingga pemeriksaan bisa dilakukan mulai dari kelayakan mobil hingga status supir," katanya.
Udar juga mengklaim telah menindak operator angkutan umum yang sudah dinaikkan tarif secara sepihak. Bahkan, Dishub sudah memberikan, sanksi tilang kepada 60 kendaraan yang melanggar tarif.
Sekretaris Organisasi Angkutan Darat (Organda) DKI Jakarta Jembar Waluyo mengaku ketidakpastian soal tarif angkutan di Jakarta ini membuat pengusaha merugi. "Pengusaha saat ini menanggung beban karena lambannya penetapan tarif," ujarnya.
Menurut Jembar, kerugian operator angkutan mencapai 30%-40% dari pendapatan setiap hari. Kerugian itu disebabkan karena membengkaknya biaya operasional sejak harga bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi dinaikkan.
Bahan bakar berkontribusi 23%-30% menaikkan biaya operasional. Belum lagi, efek domino harga komponen kendaraan. "Misal bus besar reguler, pendapatan per kendaraan Rp 1,5 juta per hari, bebannya sampai Rp 500.000 per kendaraan jika tarif tidak disesuaikan," ucap Jembar.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News