Reporter: Asep Munazat Zatnika, Benedictus Bina Naratama | Editor: Yudho Winarto
JAKARTA. Kebijakan pemerintah menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi mulai 18 November lalu, ternyata tak mampu mengamankan kuota BBM. Sebab, kuota BBM bersubsidi jenis premium diperkirakan akan tetap jebol pada 24 Desember mendatang. Kebijakan ini hanya menghemat dua hari dari perkiraan awal premium habis pada 22 Desember 2014.
Vice Presiden Distribution Fuel and Marketing PT Pertamina, Suhartoko bilang, kuota premium akan habis pada 24 Desember karena konsumsinya melampaui kuota. "Premium habis pada 24 Desember. Mundur dua hari dari perkiraan," ujarnya, Rabu (3/12).
Suhartoko mengaku belum mengetahui apakah Pertamina akan mengusulkan penambahan kuota BBM bersubsidi kepada pemerintah untuk menutup kekurangan. Selama dua hari itu (dari 22 ke 24 Desember), konsumsi bensin premium cukup besar, mencapai 180 juta liter. "Namun, penambahan kuota melalui DPR itu wewenang pemerintah," imbuh Suhartoko.
Yang jelas, lanjut dia, Pertamina harus menyiapkan stok BBM. Untuk bensin disiapkan stok 18 hari, solar 21 hari, minyak tanah (kerosene) 72 hari, avtur 28,8 hari, pertamax 49,35 hari, pertamax plus 44,9 hari, dan pertamina dex (solar non subsidi) 75 hari.
Menurut Suhartoko, tingginya tingkat konsumsi BBM juga diiringi dengan tingginya konsumsi BBM non subsidi sesudah kenaikan harga BBM bersubsidi. Dia mencatat, konsumsi pertamax saat ini sudah di atas 5.000 kiloliter (KL) per hari atau 5 juta liter.
Menteri energi dan sumberdaya mineral (ESDM) Sudirman Said membenarkan, kenaikan penjualan BBM non subsidi naik sejak harga BBM bersubsidi naik. Maklum, selisih harga pertamax dan premium tinggal Rp 1.450 per liter. "Masyarakat mulai beralih menggunakan pertamax," ujar Sudirman usai mengikuti sidang kabinet di Kantor Presiden, Rabu (3/11).
Namun Suhartoko maupun Sudirman tak menyebut prosentase kenaikannya.
Dengan adanya peralihan konsumsi itu, menurut Sudirman, akan berdampak berkurangnya defisit kuota BBM subsidi. Sebelumnya, pemerintah memperkirakan konsumsi BBM bersubsidi bisa melebihi 1,6 juta kl dari jatah kuota 46 juta kl. “Kuota ini mau dihitung lagi dengan Menteri Keuangan. Pola subsidi BBM juga akan kami diskusikan,” imbuh Sudirman.
Ekonom Bank Tabungan Negara (BTN) A. Prasetyantoko menilai, sangat terlambat bagi pemerintah mengerem laju konsumsi BBM bersubsidi tahun 2014. Apalagi, upaya itu baru dimulai dalam dua bulan terakhir. Padahal, konsumsi BBM sudah naik sejak beberapa bulan sebelumnya.
Dia menyarankan, jika pemerintah ingin membatasi konsumsi BBM bersubsidi, akan efektif dilakukan mulai tahun depan. Namun, Prasetyantoko menilai, kebijakan mengubah harga pertamax dan BBM bersubsidi akan memberi dampak cukup signifikan terhadap konsumsi.
Saat ini pengguna BBM bersubsidi mulai beralih ke pertamax karena ada disparitas harga yang kian kecil dan ditoleransi. Dari segi kualitas, pertamax yang memiliki RON 92 dan premium dengan RON 88, jelas lebih baik pertamax. "Harga cukup efektif mengalihkan konsumen premium ke pertamax," katanya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News