Reporter: Christine Novita Nababan | Editor: Tri Adi
JAKARTA. Para petani bisa sedikit bernafas lega. Soalnya, pemerintah menunda mengerek harga eceran tertinggi (HET) pupuk bersubsidi, yang semestinya berlaku mulai hari ini, Kamis (1/4). "HET pupuk bersubsidi masih tetap selama belum ada surat keputusan dari Menteri Pertanian," kata Wakil Menteri Pertanian Bayu Khrisnamurti melalui layanan pesan singkat kepada KONTAN, Rabu (31/3).
Lantaran Menteri Pertanian Suswono belum meneken surat keputusan kenaikan HET pupuk bersubsidi, Bayu enggan menyebut besaran harga baru penyubur tanaman tersebut. Persentase kenaikan baru akan diumumkan begitu Menteri Pertanian menandatangi surat keputusan itu.
Cuma sebelumnya, Menteri Pertanian pernah menyatakan, kenaikan HET pupuk bervariasi, mulai dari 33,8% hingga 57,1%. Contoh, HET pupuk urea bakal naik menjadi Rp 1.800 per kilogram (kg) dari sebelumnya Rp 1.200 per kg. Lalu, harga pupuk ZA dari tadinya hanya Rp 1.050 sekilo naik menjadi Rp 1.650 per kg. Sedang harga pupuk organik naik menjadi Rp 700 per kg dari awalnya Rp 500 per kg.
Pemerintah terpaksa menaikkan HET pupuk bersubisi, lantaran bujet belanja tahun ini sangat mepet. Supaya harga pupuk tidak naik, anggaran subsidi yang mesti disiapkan minimal sebesar Rp 24 triliun. Di sisi lain, pemerintah hanya sanggup menyediakan
Rp 19,17 triliun. Nilai itu sudah termasuk tambahan anggaran Rp 4,41 triliun.
Ketua Badan Pertimbangan Himpunan Kerukunan Tani Indonesia (HKTI) Siswono Yudho Husodo memaklumi rencana pemerintah menaikan HET pupuk bersubsidi. Sebab, setidaknya ada dua alasan pemerintah mendongkrak harga pupuk. Pertama, harga gas yang menjadi bahan baku pembuatan pupuk terus naik. Kedua, Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) tak mungkin terus memberikan subsidi yang besar.
Namun, Siswono bilang, kenaikan HET pupuk bersubsidi sebaiknya memang ditunda. Alasannya, hingga akhir April nanti masih banyak petani yang baru mulai menanam padi kembali.
Makanya, ujar Siswono, kalau bisa, kenaikan harga pupuk dilakukan setelah musim tanam gadu. Sehingga, petani yang menanam masih bisa menggunakan pupuk bersubsidi dengan harga lama.
"Sebaiknya kenaikan harga pupuk dilakukan pada bulan Juli atau Agustus," ujar Siswono. Kenaikan harga pun, usul Siswono, jangan lebih dari 30%. Dengan demikian, biaya produksi petani tidak menggelembung kelewat tinggi.
Ada baiknya, Siswono menyarankan, pemerintah mengalokasikan sebagian anggaran subsidi pupuk untuk mengembangkan pembuatan pupuk organik di setiap daerah.
Dengan begitu, petani bisa membuat pupuk organik sendiri dan tidak tergantung lagi pada pupuk nonorganik. "Kalau ini dikembangkan, subsidi pupuk dihapus pun tak masalah," ujar calon wakil presiden yang maju dalam Pilpres 2004 itu.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News