Reporter: Anggar Septiadi | Editor: Sanny Cicilia
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Ketua Komunitas Konsumen Indonesia yang juga pengacara dari kantor hukum Adams & Co David Tobing menyebut, Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM), dan Kementerian Kesehatan (Kemkes) perlu bertanggung jawab terkait polemik Susu Kental Manis (SKM) yang membuat risau masyarakat.
Pasalnya, ia menilai melalui Peraturan Kepala BPOM 21/2016 tentang kategori pangan, jelas menyebutkan bahwa SKM subkategori susu kental, yang merupakan kategori susu.
"Sekarang, harusnya Kementerian Kesehatan dan BPOM klarifikasi bahwa SKM itu adalah susu. Sekarang polemiknya kan bahwa SKM itu bukan susu. Padahal dalam Perka BPOM 21/2016, SKM merupakan sub kategori Susu Kental, yang termasuk kategori susu," jelasnya kepada KONTAN, Minggu (8/7).
Dalam beleid tersebut sendiri, produk susu dan analognya yang punya nomor kategori 01.0 punya beberapa kategori lainnya yaitu susu dan minuman Berbasis Susu (01.1), susu fermentasi dan produk susu hasil hidrolisa enzim renin (01.2), susu kental (01.3), krim dan sejenisnya (01.4), susu bubuk, krim bubuk dan analognya (01.5), keju dan analognya (01.6), makanan pencuci mulut seperti yogurt, puding (01.7), whey dan produk whey (01.8).
Nah, kata David SKM masuk dalam subkategori susu kental (01.3). Sehingga pada dasarnya SKM adalah susu. Sementara soal SKM yang disebut tak.bisa menggantikan fungsi susu, David menyebutkan itu persoalan lain.
"Kalau mau dikeluarkan dari subkategori susu, ya harus diubah terlebih dahulu peraturannya. Kalau soal SKM tidak bisa menggantikan fungsi susu murni ya itu soal lain. Lagipula, kita harus fair, beberapa produsen dalam kemasannya juga sudah menyebutkan bahwa SKM misalnya tak boleh diberikan kepada balita," sambung David.
Sebelumnya, BPOM sendiri telah merilis melalui laman resminya, bahwa SKM tak dapat dijadikan pengganti susu sebagai penambah atau pelengkap gizi, sebagaimana banyak diiklankan produsen SKM.
"Karakteristik jenis SKM adalah kadar lemak susu tidak kurang dari 8% dan kadar protein tidak kurang dari 6,5% (untuk plain). Susu kental dan analog lainnya memiliki kadar lemak susu dan protein yang berbeda, namun seluruh produk susu kental dan analognya tidak dapat menggantikan produk susu dari jenis lain sebagai penambah atau pelengkap gizi," tulis BPOM.
Sebelumnya, melalui surat edaran Surat edaran No HK.06.5.51.511.05.18.2000 tahun 2018 mengatur larangan atas iklan dan promosi SKM. Dimana iklan SKM tak boleh menampilkan anak di bawah 5 tahun, ditampilkan pada jam acara tayang anak-anak, memvisualisasikan bahwa produk SKM setara dengan produk susu lain, serta memvisualisasikan gambar susu cair dan/atau susu dalam gelas yang disajikan dengan cara diseduh untuk dikonsumsi sebagai minuman di label.
Perihal ini kemudian jadi polemik di masyarakat yang menilai bahwa SKM bukan susu. Ketua Pengurus Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Tulus Abadi misalnya atas dasar edaran BPOM tersebut mengimbau agar BPOM dapat menertibkan promosi SKM.
"Istilah SKM, memang bisa menyesatkan konsumen, sehingga kata susu patut dihilangkan, khususnya bagi produk yang kandungan proteinnya kurang dari 7,5%," katanya kepada KONTAN, Minggu (8/7).
Tulus juga bilang, sedianya BPOM tak hanya berhenti menyasar SKM. Sebab ia menilai banyak pula produk makanan maupun minuman kemasan yang punya karakter macam SKM. Misalnya, ia menyebut minuman sari buah dan jus yang diklaim oara produsen punya banyak kandungan sari buah alih-alih gula. Atau berbagai minuman yang dugemari anak-anak.
"Hal seperti ini harus segera ditertibkan oleh Badan POM, sebagaimana produk SKM," lanjut Tulus.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News