kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45985,97   -4,40   -0.44%
  • EMAS1.249.000 2,21%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Kementerian Luar Negeri: Putusan MK perkuat revisi UU Perjanjian Internasional


Rabu, 16 Januari 2019 / 14:19 WIB
Kementerian Luar Negeri: Putusan MK perkuat revisi UU Perjanjian Internasional


Reporter: Abdul Basith | Editor: Herlina Kartika Dewi

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) dalam judicial review Undang Undang Perjanjian Internasional akan memperkuat rencana revisi beleid tersebut.

MK memutuskan pasal 10 UU PI nomor 24 tahun 2000 bertentangan dengan UUD 1945. Pasal tersebut menyatakan perjanjian internasional yang perlu persetujuan DPR bila berkaitan dengan tujuh bidang.

"Ini membantu perdebatan kami karena MK telah menetapkan kriteria perjanjian yang butuh persetujuan DPR," ujar Direktur Jenderal Hukum dan Perjanjian Internasional Kementerian Luar Negeri (Kemenlu) Damos Dumoli Agusman saat ditemui kontan.co.id usai rapat dengan Komisi I DPR, Selasa (15/1).

Tujuh bidang tersebut adalah:

a. masalah politik, perdamaian, pertahanan, dan keamanan negara;
b. perubahan wilayah atau penetapan batas wilayah negara Republik
Indonesia;
c. kedaulatan atau hak berdaulat negara;
d. hak asasi manusia dan lingkungan hidup;
e. pembentukan kaidah hukum baru;
f. pinjaman dan/atau hibah luar negeri.

MK telah membuat kriteria perjanjian yang memerlukan persetujuan DPR. Kriteria tersebut adalah perjanjian yang menimbulkan akibat luas dan mendasar bagi rakyat yang terkait dengan beban keuangan dan atau mengharuskan perubahan atau pembentukan UU.

Memperkuat kriteria, nantinya akan ada konsultasi mengenai perjanjian internasional dengan DPR. Selain itu Damos bilang masih ada perdebatan terkait bentuk persetujuan DPR.

Saat ini, persetujuan DPR diberikan dengan bentuk UU. Hal itu dirasa tidak perlu oleh MK cukup melalui surat persetujuan.

"Ini masih debat lagi, ini tidak tuntas sayangnya judicial review MK tidak menyentuh itu," terang Damos.

Selain itu, anggota Komisi I DPR Andreas Hugo Pareira meminta kejelasan perwakilan pemerintah di luar negeri. Hal itu untuk kejelasan pertanggungjawaban terkait perjanjian tersebut.

"Aktor mana yang mewakili negara apakah hanya menteri luar negeri atau menteri yang lain juga bisa mewakili negara dalam membuat perikatan ini," ungkap anggota fraksi PDIP tersebut.

Selain perwakilan, DPR meminta penegasan terkait konsultasi yang dilakukan terkait perjanjian internasional. Konsultasi perlu dipertegas apakah hanya dengan komisi terkait sektoral atau perlu degan komisi lainnya.

Asal tahu saja, saat ini revisi UU PI telah masuk dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) sebagai usulan bersama pemerintah dan DPR. Namun, revisi UU PI tersebut tidak masuk dalam Prolegnas prioritas.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
Mastering Financial Analysis Training for First-Time Sales Supervisor/Manager 1-day Program

[X]
×