Reporter: Petrus Dabu | Editor: Edy Can
JAKARTA. Kementerian Keuangan mengkaji kontrak karya 14 perusahaan minyak dan gas. Kajian ini untuk menyelesaikan pajak yang belum dibayarkan perusahaan migas asing tersebut.
Menteri Keuangan Agus Martowardojo sudah memerintahkan Direktur Jenderal Pajak Fuad Rahmany mengumpulkan kontrak para perusahaan migas asing tersebut. “Jadi kami perlu diundang oleh menteri ESDM untuk melihat dokumen-dokumen kontrak dari KKKS khususnya yang punya tunggakan pajak itu,”ujarnya, Jumat (29/7).
Agus mengatakan, pihaknya ingin menyelidiki kemungkinan perusahaan-perusaan migas tersebut menyalahgunakan traktat pajak (tax treaty) untuk mengurangi kewajiban membayar pajak. Menurut Agus, caranya dengan memindahkan kantor pusatnya ke negara yang mempunyai perjanjian pajak dengan Indonesia.
Padahal, lanjut Agus, sebelumnya kantor pusat kontraktor asing itu berada di negara yang tidak mempunyai perjanjian pajak dengan Indonesia. "Akibatnya (mereka) bisa menikmati pembayaran pajak yang lebih murah,”ujarnya.
Seperti diberitakan sebelumnya, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyatakan sebanyak 14 perusaan migas asing menunggak pajak senilai Rp 1,6 triliun. Temuan tersebut berdasarakan audit Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP).
Kepala Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Mardiasmo menyatakan, tunggakan pajak perusahaan minyak dan gas (migas) karena perbedaan persepsi. Dia mengatakan, perbedaan persepi ini akibat dua hal.
Pertama, karena adanya tarif pajak yang lebih rendah dalam perjanjian pajak (tax treaty) dengan negara asal kontraktor migas bila dibandingkan dengan pajak bunga deviden dan royalti yang ada di undang-undang Migas.
Menurutnya, tarif pajak dalam tax treaty lebih rendah ketimbang dalam UU Migas. Sebagai contoh, tarif pajak dalam tax treaty antara pemerintah dengan Inggris yang hanya 10% atau dengan Malaysia yang sebesar 12,5%. Sementara, tarif pajak dalam UU Migas sebesar 20%.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News