Reporter: Dwi Nur Oktaviani | Editor: Edy Can
JAKARTA. Menteri Kehutanan Zulkifli Hasan mengakui prosedur perdagangan dan penangkaran ikan arwana berbelat belit. Karena itu, dia berjanji memangkas prosedur tersebut.
Zulkifli mencontohkan proses Surat Angkut dan Satwa Liar Luar Negeri (SAT-LN). Bila selama ini membutuhkan waktu sepekan maka dia berjanji tahun ini pelayanannya dalam satu hari dengan sistem first in first out.
Sistem pelayanan penerbitan SAT-LN initerintegrasi dengan sistem National Single Window (NSW) yang dikoordinir oleh Direktorat Jenderal Bea Cukai. Ini bertujuan untuk meningkatkan kecepatan efektifitas dan kinerja pelayanan serta meminimalkan waktu pelayanan.
Lalu, terkait penangkaran, Zulkifli mengaku menyederhanakan prosedurnya. Jika semula izinnya diterbitkan oleh Direktorat Jenderal Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam (PHKA) di Jakarta maka saat ini telah didelegasikan kepada Kepala Unit Pelaksana Teknis (UPT) Balai Konservasi Daya Alam (BKSDA) di masing-masing daerah.
Zulkifli memangkas prosedur ini lantaran ingin mempromosikan ikan arwana. "Indonesia memiliki ikan arwana luar biasa indahnya maka kami harus mempermudah," katanya usai menghadiri All Indonesia Arowana Show 2011 di Mall of Indonesia akhir pekan lalu.
Pada 2010, perdagangan ikan Arwana telah menghasilkan Penerimaan Negara Bukan Pajak sebesar Rp 2,05 triliun. Tahun ini, dia memperkirakan, perdaganan arwana menghasilkan devisa sebesar US$ 2,6 juta atau sebesar Rp 23,4 miliar.
Penangkarannya telah menyerap tenaga kerja sebanyak 748 orang. Berdasarkan data Kementerian Kehutanan saat ini terdapat 134 unit penangkaran Arwana dan tersebar di Kalimantan Barat, Kalimantan Timur, Riau dan Jakarta.
Ketua Arwana Club Indonesia Stephen Suryaatmadja menyatakan, potensi perdagangan arwana memang sangat besar. Sebab, ikan ini hanya berasal dari Indonesia.
Dia mengapresiasi tindakan pemerintah yang telah mempermudah sistem ekspor ikan arwana. Menurutnya, kebijakan ini akan meningkatkan devisa negara karena sekitar 80% ikan arwana itu dikirim ke luar negeri. Hampir 40% pembelinya berasal dari China. “Biasanya pembeli luar beranggapan beli ikan di Indonesia susah birokrasi, sementara dari Singapura lebih mudah. Ini yang mau kita patahkan,” ucapnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News