Reporter: Dina Mirayanti Hutauruk | Editor: Dina Hutauruk
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kementerian Koordinator Bidang Pemberdayaan Masyarakat (Kemenko PM) menggandeng Organisasi Masyarakat Sipil (OMS) dan akademisi untuk merancang Peraturan Presiden (Perpres) baru yang akan menjadi payung hukum perlindungan bagi Pekerja Migran Indonesia (PMI).
Langkah ini menandai pergeseran fundamental dalam penyusunan kebijakan,di mana pemerintah secara aktif melibatkan masyarakat sipil sejak awal proses demi memastikan perlindungan yang menyeluruh dan relevan dengan realitas lapangan.
Lokakarya konsultasi ini digelar seiring berakhirnya masa berlaku Perpres 130 Tahun 2024 pada 31 Desember 2024 lalu. Peralihan tugas dan fungsi koordinasi isu PMI dari Kemenko Perekonomian ke Kemenko Pemberdayaan Masyarakat sejak Maret 2025 menjadi momentum untuk merombak aturan secara lebih komprehensif.
Deputi Bidang Koordinasi Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat dan Perlindungan Pekerja Migran, Leon Alpha Edison, mengatakan bahwa keterlibatan OMS adalah kunci agar aturan baru tidak menjadi sekedar formalitas.
“Pemerintah berkomitmen melindungi dan memberdayakan pekerja migran Indonesia. Aturan lama sudah berakhir, dan sekarang adalah momentum untuk membuat aturan baru yang jauh lebih baik dan lebih manusiawi dengan melibatkan semua unsur di luar pemerintah," ujar Leon dalam keterangannya, Kamis (4/9).
Baca Juga: Inggris Mulai Kurangi Ketergantungan Pekerja Migran
Leon menegaskan bahwa pemerintah tidak bisa bekerja sendiri dan sengaja mengundang partisipasi bermakna dari masyarakat sipil untuk mendapatkan masukan yang otentik dari lapangan.
Ia bilang, pihaknya ingin memastikan perlindungan bagi PMI itu total, dari hulu sampai hilir, sejak dari kampung halaman, saat bekerja di luar negeri, sampai mereka kembali ke tanah air.
Pada tahun 2024 tercatat sekitar 3,9 juta PMI yang bekerja di luar negeri, dengan kontribusi remitansi mencapai US$ 15,7 miliar atau setara 248,8 triliun yang menjadi penopang penting perekonomian nasional.
Namun, di balik kontribusi besar tersebut, para PMI masih menghadapi tantangan serius, mulai dari praktik agensi perekrutan nakal, biaya penempatan yang mencekik, hingga akses jaminan sosial yang belum optimal di negara penempatan.
Baca Juga: Lebih dari 5,2 Juta Pekerja Migran Indonesia Bekerja di Luar Negeri
"Kita semua sering dengar masalah di lapangan. Ada biaya penempatan yang mahal, calo atau agensi nakal, hingga perlindungan jaminan sosial seperti BPJS yang sulit diakses di negara penempatan. Ini yang mau kita bereskan," tegasnya.
Fokus utama dalam Perpres baru ini mencakup beberapa terobosan, antara lain penyusunan standar baru bagi agensi perekrutan (P3MI) disertai sanksi tegas, skema pembiayaan yang lebih ringan bagi Calon PMI (CPMI), serta integrasi pelatihan keterampilan dan bahasa yang sesuai standar pasar internasional.
Selain itu, pemerintah juga akan mendorong program kewirausahaan dan akses pekerjaan bagi purna PMI agar mereka dapat berdaya di negeri sendiri.
"Masukan dari rekan-rekan OMS sangat penting. Mereka adalah mata dan telinga kita di lapangan. Aturan baru ini harus lahir dari suara mereka, bukan hanya dari balik meja kementerian," tutup Leon.
Proses konsultasi publik ini akan terus berlanjut untuk menghimpun masukan dari berbagai pemangku kepentingan, termasuk akademisi dan asosiasi, sebelum Perpres pengganti ini dirampungkan.
Selanjutnya: 27 Kumpulan Ucapan Maulid Nabi Muhammad SAW 2025 Islami dan Penuh Syukur
Menarik Dibaca: 27 Kumpulan Ucapan Maulid Nabi Muhammad SAW 2025 Islami dan Penuh Syukur
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News