kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.539.000   0   0,00%
  • USD/IDR 15.740   20,00   0,13%
  • IDX 7.492   12,43   0,17%
  • KOMPAS100 1.159   4,94   0,43%
  • LQ45 920   6,72   0,74%
  • ISSI 226   -0,39   -0,17%
  • IDX30 475   4,06   0,86%
  • IDXHIDIV20 573   5,12   0,90%
  • IDX80 133   0,95   0,72%
  • IDXV30 141   1,37   0,98%
  • IDXQ30 158   1,02   0,65%

Kemenkeu tolak insentif impor angkutan umum


Kamis, 26 Desember 2013 / 09:30 WIB
Kemenkeu tolak insentif impor angkutan umum
ILUSTRASI. Ilustrasi Start Up. KONTAN/Muradi/2016/07/12


Reporter: Asep Munazat Zatnika | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie

JAKARTA. Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta berusaha keras mengajukan permohonan insentif khusus untuk impor transportasi umum. Langkah ini sejalan upaya Pemprov DKI Jakarta k memenuhi kebutuhan transportasi publik untuk mengurai kemacetan di ibu kota.

Permintaan insentif ini langsung diajukan oleh Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo alias Jokowi. Alasan Jokowi meminta insentif adalah adanya insentif untuk mobil murah atau low cost green car (LCGC) yang justru bakal menambah beban kemacetan Jakarta, ketimbang angkutan umum. Harapannya, tahun 2014, Pemprov DKI bisa mendatangkan 1.000 bus tranjakarta dan 3.000 bus ukuran sedang.

Pekan lalu, DKI Jakarta juga sudah mendatangkan 96 unit bus dari target 400 unit bus dari China. "Dalam pembelian ini tidak ada pengurangan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) sedikitpun," ujar Jokowi (24/12). Nantinya, tambahan bus trans Jakarta tersebut akan disalurkan untuk jalur-jalur padat. Menurut dia, seharusnya pemerintah pusat memberikan insentif untuk kepentingan publik.

Menanggapi ini Wakil Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro dengan tegas menolak permintaan Jokowi. Pemberian insentif untuk pengadaan kebutuhan transportasi sudah cukup. Selama ini, tarif Pajak Penjualan Barang Mewah (PPnBM) untuk bus sudah dihapuskan atau 0%. Karena itu Kemkeu enggan menghapuskan bea masuk dengan alasan merugikan produsen lokal.

"Kan masih ada produsen lokal untuk transportasi seperti bus, kalo permintaan dikabulkan kasian mereka,” ujar dia.

Ekonom dari Universitas Ma Chung Doddy Arifianto berpendapat, pemerintah harusnya melihat masalah ini dalam skala yang luas. Terutama fokus menurunkan defisit neraca transaksi berjalan alias current account deficits, dengan membatasi impor. Penyediaan transportasi massal bus berbahan bakar gas sejatinya bisa menekan impor bahan bakar minyak.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News


Survei KG Media

TERBARU
Kontan Academy
Advokasi Kebijakan Publik di Era Digital (Teori dan Praktek) Mengenal Pentingnya Sustainability Reporting

[X]
×