kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45985,97   -4,40   -0.44%
  • EMAS1.249.000 2,21%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Kemenkeu raih predikat WTP dari BPK, begini komentar Sri Mulyani


Selasa, 28 Juli 2020 / 13:54 WIB
Kemenkeu raih predikat WTP dari BPK, begini komentar Sri Mulyani
ILUSTRASI. Menteri Keuangan Sri Mulyani


Reporter: Venny Suryanto | Editor: Noverius Laoli

KONTAN.CO.ID -  JAKARTA. Kementerian Keuangan (Kemenkeu) baru saja memperoleh predikat Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) atas LK BUN, LK BA 015, dan LK IIFD dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) atas pengelolaan keuangan negara.

Predikkat tersebut diberikan BPK dengan mempertimbangkan kesesuaian Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP), kecukupan pengungkapan dalam penyajian laporan keuangan, kepatuhan terhadap peraturan perundangan-undangan dan efektifitas Sistem Pengendalian Intern.

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati, mengatakan, predikat WTP pada laporan keuangan pemerintah pusat yang baru saja diberikan BPK bukan hanya sekedar status opini semata. Sri Mulyani justu melihat ini merupakan sebuah perjalanan panjang reformasi keuangan di Indonesia.

Baca Juga: Dana transfer daerah mengucur, dana insentif untuk NTT naik 1.000% di 2020 

Menkeu juga memaparkan sejarah Indonesia membangun sebuah akuntabilitas pengelolaan keuangan negara di era reformasi 1998 dimulai dari lahirnya Undang-Undang nomor 17 tahun 2003 tentang keuangan negara. Kemudian Undang-Undang nomor 1 tahu  2004 tentang perbendaharaan negara serta Undang-Undang nomor 15 tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara.

Lebih lanjut, Sri Mulyani menjelaskan, sebelum adanya masa reformasi itu, pengelolaan keuangan negara masih di dalam situasi yang sangat minimal. Misalnya saja, laporan keuangan negara hanya dalam bentuk perhitungan anggaran negara. Kemudian sistem pencatatan akuntansi yang digunakan pemerintah juga masih berbasis cash.

“Saat itu pemerintah juga belum memiliki standar akuntansi pemerintahan (SAP) yang menjadi pedoman praktik akuntansi pemerintahan,” jelas Menkeu dalam live conference, Selasa (28/7).

Baca Juga: Gara-gara Covid-19, pengangguran di Indonesia bertambah 3,7 juta orang

Sehingga, pada masa sebelum lahirnya ketiga undang-undang tersebut, konsekuensi dari penyusunan laporan keuangan seringkali terjadi gap yang panjang antara pengelolaan uang negara dan pertanggungjawabannya. Serta pada masa itu juga pemerintah kesulitan melakukan perbaikan akibat tidak adanya feedback laporan yang bisa langsung digunakan.

“Dari tahun 2004 sampai 2008, LKPP selalu mendapatkan opini disclaimer dari BPK. Bergerak dari hal ini, maka muncul reformasi dengan ketiga UU tersebut,” papar Menkeu.




TERBARU

[X]
×