Reporter: Yusuf Imam Santoso | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kementerian Keuangan (Kemenkeu) menganggarkan insentif perpajakan sebesar Rp 64,1 triliun dalam rangka penanggulangan dampak corona virus disease 2019 (Covid-19) untuk dunia usaha.
Nah, Rp 25,4 triliun di antaranya direncanakan untuk stimulus pajak pertambahan nilai (PPN) yang dibebaskan atau ditunda.
Pengamat Pajak Center of Indonesia Taxation Analysis (CITA) Fajry Akbar menganggap baik rencana Kemenkeu tersebut. Mengingat, dalam peraturan sebelumnya, insentif PPN hanya berupa percepatan restitusi.
Baca Juga: Rencana stimulus PPN terganjal masalah hukum?
“Memang dalam kondisi biasa, insentif PPN tidak layak diberikan. Karena pungutan PPN lebih ditujukan untuk fungsi penerimaan. Sedangkan insentif dapat diberikan dalam bentuk PPh,” kata Fajry kepada Kontan.co.id, Minggu (10/5).
Kendati begitu, Fajry menilai dalam kondisi extraordinary, insentif PPN dapat diberikan dan ini akan sangat membantu cashflow perusahaan.
Sebab bagi dunia usaha saat ini cash is the king. Menurut dia, insentif ini menjadi obat mujarab wajib pajak badan yang sedang terpapar dampak Covid-19.
“Survive atau tidak, akan bergantung dari perusahaan mengelola cashflow. Jadi solusi ini sebenarnya lebih akurat,” kata Fajry.
Baca Juga: Alokasi anggaran Rp 70,1 triliun untuk mendukung industri belum jelas
Terpenting baginya, dalam implementasi perlu regulasi dan administrasi yang tepat. Jangan sampai ada celah. Diharapkan insentif tersebut diberikan ke sektor-sektor yang paling rentan dalam pandemi Covid19.
Atau dapat juga diberikan ke sektor yang menampung banyak tenaga kerja, seperti manufaktur. “Bahaya juga kalau mereka sampai kolaps. Karena semakin banyak yg dirumahkan, semakin besar pula bantuan sosial yang harus diberikan oleh pemerintah,” ujar dia.