Reporter: Lidya Yuniartha | Editor: Khomarul Hidayat
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kementerian Perdagangan (Kemendag) membeberkan berbagai tantangan perdagangan internasional yang dialami saat ini.
Dirjen Perundingan Perdagangan Internasional Kemendag Iman Pambagyo menerangkan, salah satu tantangan yang dihadapi adalah masing-masing negara memiliki kepentingan nasional masing-masing. Ini berarti tidak ada teman yang abadi.
"Jadi kalau bicara ekonomi, investasi kita harus tahu hukum dasarnya, bahwa tidak ada teman, yang abadi adalah kepentingan nasional, dimana pun negara itu pada akhirnya mendasari kebijakannya pada national interestnya masing-masing," jelas Iman.
Iman pun menyebut salah satu tantangan yang dihadapi adalah mengembalikan kepercayaan terhadap Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) dan sistem perdagangan multilateral yang membutuhkan waktu. Hal ini dikarenakan berbagai negara lebih menekankan pada pendekatan kesepakatan bilateral dan regional.
Baca Juga: Faisal Basri: Indonesia lebih diuntungkan jika Trump terpilih kembali
Berikutnya, persaingan antara negara akan semakin tajam, dimana satu negara akan bersaing dengan negara lain meski masing-masing negara tersebut terikat perjanjian perdagangan satu sama lain.
Iman mengatakan, rantai pasok dunia tetap menjadi pilihan, mengingat salah satu negara tidak bisa memproduksi selruh barang atau jasa sendiri di dalam negeri.
"Tetapi kita juga harus berhati-hati ada kondisi yang terjadi baik disengaja maupun tidak disengaja yang mungkin akan menempatkan satu negara itu tetap berada di bawah. Kita sebagai penyuplai bahan baku tapi tidak dapatkan value addednya ini kita harus waspada," ujar Iman.
Menurutnya, Indonesia harus bisa keluar dari jebakan supply chain tersebut, sehingga Indonesia harus meningkatkan koordinasi antara perdagangan dan diplomasi, baik untuk urusan ekonomi maupun non ekonomi.
Iman menambahkan, tantangan berikutnya adalah kebijakan-kebijakan yang bermasalah. Menurutnya, Indonesia harus berhati-hati untuk menetapkan kebijakan perdagangan atau ekonomi yang mungkin direspons dengan hukuman oleh negara lain atau dibawa ke dispute settlement baik dalam konteks WTO atau perjanjian lainnya.
Selanjutnya, Iman pun menyebut saat ini tengah terjadi global division of labor. Menurutinya, satu negara tidak bisa berupaya mandiri dan unggul di seluruh bidang.
"Mereka tidak bisa unggul dalam tiap bidang, dan tidak bisa memproduksi sendiri semuanya jadi pada akhirnya akan terjadi global division of labor," kata Iman.
Tak hanya itu, kemajuan atau perkembangan industri 4.0 saat ini pun akan lebih membutuhkan pekerja profesional atau pekerja kantoran (white collar worker) dibandingkan pekerja kerah biru (blue collar worker).
"Kita juga harus aware bahwa mendorong industri kita ke arah industri 4.0, maka konsekuensinya adalah kita harus memikirkan lapangan kerja bagi mereka yang mengandalkan kegiatan secara fisik atau manual (pekerja kerah biru)," kata Iman.
Baca Juga: Pemenang pemilu AS tidak berdampak signifikan pada Indonesia karena alasan ini