Reporter: Amalia Nur Fitri | Editor: Handoyo .
“Tentunya cara baru yang telah dimulai saat new normal bisa menjadi sebuah pondasi agar terus dikembangkan dan disempurnakan. Dengan demikian, pembelajaran ke depan bisa menggunakan konsep blended learning, yaitu pendidikan yang menggabungkan metode pembelajaran tatap muka di ruang kelas dengan e-learning," lanjutnya.
Menurut Eko, metode demikian juga mendorong para pengajar untuk meningkatkan kemampuannya, karena menuntut mereka untuk makin memahami, serta terampil dalam pemilihan metode pengajaran dari jarak jauh secara efektif.
Ia berkata, yang terpenting dalam pembelajaran di era new normal adalah upaya menyediakan pengalaman belajar yang mendorong peserta didik lebih banyak berbuat, mengamati, berinteraksi, berkomunikasi dan memberikan umpan balik dalam membangun pengetahuan sehingga siswa dapat belajar lebih efektif.
Saat ini Kemenperin memiliki 12 unit pendidikan tinggi vokasi dan sembilan SMK yang menyelenggarakan pendidikan dalam beberapa jenjang, mulai dari tingkat SMK, Diploma I hingga Diploma IV, dan program magister terapan. Khusus yang terakhir diselenggarakan di Politeknik Sekolah Tinggi Teknologi Tekstil (STTT) Bandung, Jawa Barat.
Baca Juga: Program vokasi Kemenperin tembus 20.000 pendaftar
Kemenperin juga memiliki Pusat Pendidikan dan Latihan (Pusdiklat) Industri, serta tujuh Balai Diklat Industri (BDI) yang tersebar di seluruh Indonesia yang menyelenggarakan pelatihan berbasis kompetensi. Sebanyak 70% pembelajaran yang diberikan merupakan materi praktik dan hanya 30% yang merupakan materi teori.
Unit pendidikan vokasi di lingkungan Kemenperin, baik berupa politeknik, akademi komunitas, maupun SMK memiliki sejarah panjang. Awalnya dilakukan melalui penyelenggaraan kursus-kursus seperti di Balai Besar Tekstil Bandung yang sudah dimulai sejak tahun 1922.
“Sejarah ini merupakan sebuah refleksi yang penting bagi kami untuk mengembangkan institusi pendidikan vokasi industri di Indonesia," pungkasnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News