kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.440.000   -4.000   -0,28%
  • USD/IDR 15.339   1,00   0,01%
  • IDX 7.829   -2,64   -0,03%
  • KOMPAS100 1.196   2,88   0,24%
  • LQ45 970   3,33   0,34%
  • ISSI 228   0,02   0,01%
  • IDX30 495   1,66   0,34%
  • IDXHIDIV20 597   3,35   0,56%
  • IDX80 136   0,44   0,33%
  • IDXV30 140   0,56   0,40%
  • IDXQ30 166   1,10   0,67%

Kelas Menengah Susut, Pemerintah Bisa Belajar Dampak Buruknya dari Amerika Latin


Sabtu, 14 September 2024 / 14:13 WIB
Kelas Menengah Susut, Pemerintah Bisa Belajar Dampak Buruknya dari Amerika Latin
ILUSTRASI. Karyawan kelas menengah berjalan kaki saat jam makan siang di kompleks perkantoran Kuningan, Jakarta Selatan, Selasa (27/2/2024). Laporan terbaru Bank Dunia dalam Indonesia Economic Prospects (IEP) Desember 2023, prevalensi pekerjaan layak dengan standar kelas menengah di Indonesia turun cukup signifikan pada periode 2019-2022, dari 14% menjadi 9% dari total lapangan kerja. Era Indonesia emas 2045, diperkirakan sisa gaji anak muda minus sekitar Rp 800.000 akibat lonjakan kenaikan pengeluaran yang lebih tinggi dibanding penghasilan. KONTAN/Cheppy A. Muchlis/27/02/2024


Reporter: Siti Masitoh | Editor: Noverius Laoli

KONTAN.CO.ID – JAKARTA. Pemerintah diwanti-wanti untuk fokus dalam mengatasi permasalahan masyarakat kelas menengah yang menurun dalam 10 tahun terakhir.

Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, jumlah masyarakat kelas menengah terus menurun dalam 10  tahun terakhir. Pada 2019 masyarakat kelas menengah mencapai 57,33 juta. Jumlah tersebut terus menurun hingga pada 2024 mencapai 47,85 juta.

Ekonom Senior Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Bustanul Arifin menilai, Indonesia harus belajar dari negara lain seperti Amerika Latin, yang mana negara tersebut mengalami kekosongan masyarakat kelas menengah.

Baca Juga: Pemerintah Bisa Belajar dari Amerika Latin Dampak Buruk Hilangnya Kelas Menengah

“Di beberapa pengalaman negara lain, terutama di Amerika Latin, mengalami kekosongan kelas menengah. Hal ini berdampak buruk. Jika menurun terlalu jauh dan menjadi kosong, kita ngeri akan terjadi revolusi,” tutur Bustanul dalam diskusi Publik INDEF ‘Kelas Menengah Turun Kelas,’ Senin (9/9).

Ia mengungkapkan, negara-negara di Amerika Latin dengan struktur kelas yang sangat timpang seringkali mengalami tekanan dan guncangan. Hal ini terjadi karena kekosongan kelas menengah. Menurutnya Indonesia perlu belajar banyak dari pengalaman revolusi di Amerika Latin ini.

“Sejarah di Amerika Latin, seperti di Kolombia, Panama, dan Venezuela. Di sana, kelas menengahnya kosong. Jumlah tuan tanah besar, tetapi kelas menengahnya sedikit, dan mereka melompat ke kelas bawah yang informal. Ini sangat berbahaya,” tambahnya.

Baca Juga: Timur Tengah Memanas, Waspadai 5 Dampak Buruk Bagi Ekonomi RI Berikut Ini

Maka dari itu, Ia menekankan agar pemerintah bisa fokus untuk menyelamatkan masyarakat kelas menengah yang jumlahnya terus menurun.

Bustanul menyampaikan, angka kelas menengah penting untuk dijaga karena berperan penting dalam kinerja pembangunan ekonomi.

Di samping itu, kelas menengah juga memainkan peran sosial-politik yang penting dan mempengaruhi atau menentukan governance, kualitas kebijakan dan pertumbuhan ekonomi.

Kemudian, kelas menengah juga berperan besar dalam proses demokratisasi, kebijakan ekonomi dan perbaikan aransemen serta kualitas kelembagaan.

Baca Juga: Antisipasi Dampak Buruk Produk Tembakau, IYCTC Dukung Aturan Pelaksana PP 28/2024

“Secara aktif politik memang kelas menengah cenderung mendukung demokrasi, walau mereka banyak tuntutan tentang kualitas pelaksanaan demokrasi itu,” jelasnya.

Selanjutnya: Gelombang PHK Menerjang Indonesia, Pertumbuhan Ekonomi Dinilai Tak Berkualitas

Menarik Dibaca: Rekomendasi Film Biografi Tokoh Terkenal di Dunia, Tonton Yuk

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
Omzet Meningkat dengan Digital Marketing #BisnisJangkaPanjang, #TanpaCoding, #PraktekLangsung Supply Chain Management Principles (SCMP)

[X]
×