kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.440.000   -4.000   -0,28%
  • USD/IDR 15.351   -11,00   -0,07%
  • IDX 7.841   9,65   0,12%
  • KOMPAS100 1.195   1,71   0,14%
  • LQ45 968   1,40   0,15%
  • ISSI 228   0,38   0,17%
  • IDX30 494   0,74   0,15%
  • IDXHIDIV20 595   1,44   0,24%
  • IDX80 136   0,32   0,24%
  • IDXV30 140   0,25   0,18%
  • IDXQ30 165   0,57   0,35%

Antisipasi Dampak Buruk Produk Tembakau, IYCTC Dukung Aturan Pelaksana PP 28/2024


Sabtu, 14 September 2024 / 05:46 WIB
Antisipasi Dampak Buruk Produk Tembakau, IYCTC Dukung Aturan Pelaksana PP 28/2024
ILUSTRASI. Pedagang menunjukan produk rokok yang dijual di kios di kawasan MH. Thamrin, Jakarta, Kamis (10/12/2020). Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati menyampaikan rata-rata kenaikan tarif cukai hasil tembakau (CHT) atawa cukai rokok 2021 sebesar 12,5%, dan diharapkan dapat mengendalikan konsumsi atas barang kena cukai tersebut. Utamanya menekan tingkat prevalansi perokok usia 10 tahun hingga 18 tahun sebesar 8,7% di tahun 2024.KONTAN/Fransiskus Simbolon


Reporter: Sandy Baskoro | Editor: Sandy Baskoro

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Indonesian Youth Council for Tactical Changes (IYCTC) mendukung penuh Rancangan Peraturan Menteri Kesehatan (RPMK) tentang Pengamanan Produk Tembakau dan Rokok Elektronik, yang merupakan turunan dari Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 Tahun 2024 tentang Kesehatan. 

Dukungan tersebut disampaikan dalam public hearing yang digelar Kementerian Kesehatan pada awal September 2024. IYCTC menegaskan, RPMK ini penting dalam memperkuat kebijakan pengendalian rokok, terutama untuk melindungi generasi muda dari dampak buruk produk tembakau dan rokok elektronik.

Manik Marganamahendra, Ketua Umum IYCTC menekankan pentingnya RPMK ini dalam melindungi masyarakat dari bahaya zat adiktif produk tembakau. IYCTC mengajak masyarakat, terutama kaum muda, untuk aktif terlibat dalam sosialisasi dan pengawasan pelaksanaan RPMK ini.

"Partisipasi aktif publik melalui kanal Partisipasi Sehat sangat penting untuk memastikan regulasi ini berjalan efektif. Sampai kapan kita harus berada dalam peraturan yang terus menguntungkan industri rokok, namun melalaikan perlindungan kesehatan masyarakat," ucap Manik dalam pernyataan resminya, Jumat (13/9).

Baca Juga: Ini Alasan Pedagang Kelontong Tolak PP Kesehatan

Public hearing dihadiri kementerian/lembaga, organisasi profesi, akademisi, organisasi masyarakat dan industri rokok, dengan fokus pembahasan terkait substansi peringatan dan informasi kesehatan, serta standardisasi kemasan pada produk tembakau dan rokok elektronik.

Menurut IYCTC, RPMK ini menghadirkan beberapa kemajuan signifikan dalam perlindungan masyarakat dibandingkan peraturan sebelumnya, yakni PP No. 109/2012.

Di calon beleid terbaru, sedikitnya tiga poin penting yang dinilai progresif dalam pengendalian tembakau di Indonesia. Pertama, terkait peningkatan peringatan kesehatan bergambar atau pictorial health warning (PHW). Luas peringatan kesehatan bergambar pada produk tembakau diperbesar menjadi 50% dari sebelumnya 40%, untuk meningkatkan efektivitas peringatan sehingga ikut meningkatkan kesadaran publik akan bahaya merokok. Langkah ini sejalan dengan penelitian global yang menunjukkan bahwa peringatan yang lebih besar berdampak pada pengurangan konsumsi rokok.

Baca Juga: Asosiasi Minta Kementan Lindungi Keberlangsungan Tembakau & Cengkeh

Kedua, pengaturan lebih ketat pada rokok elektronik. Melalui PP 28/2024 tentang Kesehatan, terdapat perluasan cakupan jenis rokok, yaitu rokok elektronik, dari sebelumnya di PP 109/2012 belum ada aturan khusus mengenai jenis rokok ini. Padahal jenis rokok ini memiliki risiko yang setara dengan rokok konvensional.

Ketiga, standardisasi kemasan. Kemasan produk tembakau akan disederhanakan, menghilangkan elemen-elemen yang dapat menarik perhatian perokok pemula, terutama anak-anak. Ke depan, kemasan akan memiliki desain, tampilan dan tone warna yang sama.

Jalannya public hearing menuai banyak pro dan kontra. Beberapa pihak, termasuk industri rokok, menyuarakan kekhawatiran mengenai potensi peningkatan rokok ilegal akibat standardisasi kemasan yang diusulkan. Pihak industri juga menyampaikan bahwa RPMK ini ke depannya dapat menekan industri hasil tembakau dan membatasi inovasi. Hal ini ikut didukung asosiasi petani, salah satunya petani cengkeh, yang mengkhawatirkan kerugian ekonomi terhadap petani cengkeh.

Baca Juga: Polemik PP 28 Tahun 2024, Siapa yang Terdampak?

IYCTC menilai kekhawatiran itu perlu direspons dengan pendekatan berbasis bukti. Faktanya, rokok ilegal lebih berhubungan dengan pengawasan dan penegakan hukum. Artinya bukan disebabkan oleh standardisasi kemasan. Studi yang dilakukan di negara lain, seperti Australia, menunjukkan bahwa pengetatan aturan kemasan tidak meningkatkan peredaran rokok ilegal. 

Mengacu riset Badan Kesehatan Dunia (WHO) dan World Bank, tingkat peredaran rokok ilegal di Indonesia rendah (<7%). Faktanya, rokok-rokok Indonesia yang banyak beredar secara ilegal di negara lain. Ironisnya, mengutip dari hasil investigasi media Kompas yang dipublikasi pada 11 September 2024, rokok ilegal justru diduga kuat diproduksi oleh pabrik rokok yang berizin. 

Baca Juga: Kemasan Polos Tanpa Merek untuk Produk Tembakau Dinilai Rugikan Kepentingan Nasional

Beberapa penelitian juga membuktikan bahwa cengkeh di Indonesia sebenarnya tidak hanya terbatas pemanfaatannya pada produk tembakau, tetapi bisa dimanfaatkan sebagai sumber minyak cengkeh yang digunakan dalam industri farmasi dan kosmetik. 

Kementerian Kesehatan juga menegaskan PP 28/2024 bertujuan melindungi masyarakat dari bahaya kesehatan yang lebih besar. Fokus utamanya adalah perlindungan kesehatan generasi muda dan pencegahan awal konsumsi rokok.

Selanjutnya: Suswono Sebut Salah Besar Kalau PKS Meninggalkan Anies Baswedan

Menarik Dibaca: Sehat dan Segar, Konsumsi Jus yang Baik untuk Asam Lambung Ini, yuk

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
Supply Chain Management Principles (SCMP) Mastering Management and Strategic Leadership (MiniMBA 2024)

[X]
×