kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.444.000   1.000   0,07%
  • USD/IDR 15.353   84,00   0,54%
  • IDX 7.842   29,73   0,38%
  • KOMPAS100 1.191   7,03   0,59%
  • LQ45 965   5,28   0,55%
  • ISSI 228   1,00   0,44%
  • IDX30 493   3,77   0,77%
  • IDXHIDIV20 592   2,17   0,37%
  • IDX80 135   0,92   0,68%
  • IDXV30 139   0,04   0,03%
  • IDXQ30 164   0,88   0,54%

Pemerintah Bisa Belajar dari Amerika Latin Dampak Buruk Hilangnya Kelas Menengah


Senin, 09 September 2024 / 16:15 WIB
Pemerintah Bisa Belajar dari Amerika Latin Dampak Buruk Hilangnya Kelas Menengah
ILUSTRASI. Pengunjung berbelanja pada sebuah supermarket di Tangerang Selatan, Senin (4/12/2023). Pemerintah diwanti-wanti fokus mengatasi permasalahan masyarakat kelas menengah yang turun dalam 10 tahun terakhir.


Reporter: Siti Masitoh | Editor: Noverius Laoli

KONTAN.CO.ID – JAKARTA. Pemerintah diwanti-wanti untuk fokus dalam mengatasi permasalahan masyarakat kelas menengah yang menurun dalam 10 tahun terakhir.

Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, jumlah masyarakat kelas menengah terus menurun dalam 10  tahun terakhir. Pada 2019 masyarakat kelas menengah mencapai 57,33 juta. Jumlah tersebut terus menurun hingga pada 2024 mencapai 47,85 juta.

Ekonom Senior Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Bustanul Arifin menilai, Indonesia harus belajar dari negara lain seperti Amerika Latin, yang mana negara tersebut mengalami kekosongan masyarakat kelas menengah.

Baca Juga: Minimnya Lapangan Kerja Layak Jadi Faktor Masyarakat Kelas Menengah Turun

“Di beberapa pengalaman negara lain, terutama di Amerika Latin, mengalami kekosongan kelas menengah. Hal ini berdampak buruk. Jika menurun terlalu jauh dan menjadi kosong, kita ngeri akan terjadi revolusi,” tutur Bustanul dalam diskusi Publik INDEF ‘Kelas Menengah Turun Kelas,’ Senin (9/9).

Ia mengungkapkan, negara-negara di Amerika Latin dengan struktur kelas yang sangat timpang seringkali mengalami tekanan dan guncangan. Hal ini terjadi karena kekosongan kelas menengah. Menurutnya Indonesia perlu belajar banyak dari pengalaman revolusi di Amerika Latin ini.

“Sejarah di Amerika Latin, seperti di Kolombia, Panama, dan Venezuela. Di sana, kelas menengahnya kosong. Jumlah tuan tanah besar, tetapi kelas menengahnya sedikit, dan mereka melompat ke kelas bawah yang informal. Ini sangat berbahaya,” tambahnya.

Baca Juga: Gelombang PHK Melanda, Celios Sebut Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Tidak Berkualitas

Maka dari itu, Ia menekankan agar pemerintah bisa fokus untuk menyelamatkan masyarakat kelas menengah yang jumlahnya terus menurun.

Bustanul menyampaikan, angka kelas menengah penting untuk dijaga karena berperan penting dalam kinerja pembangunan ekonomi. Di samping itu, kelas menengah juga memainkan peran sosial-politik yang penting dan mempengaruhi atau menentukan governance, kualitas kebijakan dan pertumbuhan ekonomi.

Kemudian, kelas menengah juga berperan besar dalam proses demokratisasi, kebijakan ekonomi dan perbaikan aransemen serta kualitas kelembagaan. “Secara aktif politik memang kelas menengah cenderung mendukung demokrasi, walau mereka banyak tuntutan tentang kualitas pelaksanaan demokrasi itu,” jelasnya.

Selanjutnya: Google Hadapi Tuntutan US$235 Juta dari Pemerintah Rusia Akibat Konten YouTube

Menarik Dibaca: Promo Alfamart Paling Murah Sejagat 8-15 September 2024, Aneka Produk Lebih Murah

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
Supply Chain Management Principles (SCMP) Mastering Management and Strategic Leadership (MiniMBA 2024)

[X]
×