Reporter: Lidya Yuniartha | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) telah mengeluarkan Peraturan Menteri Ketenagakerjaan nomor 2 tahun 2021 tentang Pelaksanaan Pengupahan pada Industri Padat Karya Tertentu dalam Masa Pandemi Covid-19.
Dengan aturan ini, perusahaan industri padat karya tertentu yang terdampak pandemi Covid-19 dapat melakukan penyesuaian besaran dan cara pembayaran upah pekerja/buruh.
Presiden Konfederasi Serikat Buruh Seluruh Indonesia (KSBSI) Elly Rosita Silaban pun mengkhawatirkan penerapan aturan ini, atau penyesuaian besaran dan cara pembayaran upah para pekerja akan dilakukan tanpa sosialisasi terlebih dahulu. Apalagi aturan ini sudah berlaku sejak tanggal diundangkan yakni pada 15 Februari.
"Yang kami khawatirkan, ini menjadi sesuatu yang akan dilaksanakan tanpa ada negosiasi dan sosialisasi, dan akan diikuti oleh perusahaan-perusahaan yang tidak terdampak dan memang mempekerjakan banyak buruh," ujar Elly kepada Kontan, Kamis (18/2).
Baca Juga: Serikat pekerja menolak RPP Ketenagakerjaan
Menurut Elly, hingga Peraturan Menteri ini diterbitkan, pihaknya pun belum mengetahui terkait aturan ini. Padahal, menurutnya bila aturan ini disosialisasikan terlebih dahulu masih ada waktu untuk berdiskusi terkait penyesuaian upah ini.
Elly pun mengatakan, bisa jadi dengan adanya aturan ini banyak pekerja/buruh yang menerima pemberlakuan aturan tersebut begitu saja. Apalagi menurutnya masih banyak pekerja yang tidak bergabung dengan serikat buruh, sehingga tak mengerti terkait isu ini bahkan tidak memahami soal negosiasi.
Permenaker ini juga menyebut bahwa penyesuaian yang dilakukan oleh perusahaan industri padat karya harus dilakukan berdasarkan kesepakatan antara pengusaha dengan pekerja/buruh. Namun, Elly khawatir hal ini justru tak akan dilakukan tanpa kesepakatan.
"Mayoritas akan dilakukan tanpa kesepakatan, karena bersepakat dengan siapa? tim rundingnya dengan siapa? Mungkin kalau ada 5.000 buruh dipanggil untuk mendiskusikan itu kan tidak. Kalau ada serikat buruh kan berarti pengurus serikat buruh saja yang diajak untuk mewakili semuanya. Jadi kami khawatirkan ini tidak ada persetujuan, tidak ada sosialisasi tetapi dilaksanakan," terangnya.
Dia pun mengatakan walaupun aturan tersebut mengharuskan adanya kesepakatan, tetapi Elly menyebut biasanya kesepakatan yang dibuat tak pernah memuaskan, dia menilai kesepakatan yang dibuat justru hanya menguntungkan satu pihak tertentu.
Baca Juga: KSBSI harap bantuan subsidi gaji tetap berlanjut pada tahun ini
Tak hanya soal aturan yang belum tersosialisasi dengan baik, Elly pun menyoroti terkait kriteria yang ditetapkan dalam Permenaker ini. Dalam aturan tersebut dijelaskan bahwa industri padat karya tertentu tersebut adalah industri yang memiliki pekerja/Buruh paling sedikit 200 orang dan persentase biaya tenaga kerja dalam biaya produksi paling sedikit sebesar 15%.
Selain menetapkan kriteria, permenaker ini juga menyebut bahwa industri padat karya yang dimaksud meliputi industri makanan, minuman, dan tembakau, industri tekstil dan pakaian jadi, industri kulit dan barang kulit, industri alas kaki, industri mainan anak, dan industri furnitur.
Menurut Elly, dengan aturan ini maka bisa saja perusahaan yang memiliki pekerja lebih besar dan tak terdampak mengikuti aturan ini. Dia juga berpendapat tak seluruh pekerja mengetahui terkait persentase biaya tenaga kerja dan biaya produksi yang dimaksud.
Karenanya, dia meminta pemerintah agar melakukan sosialisasi dan melakukan pengawasan yang lebih ketat terhadap pelaksanaan aturan ini.
"Ya harus diawasi dan disosialisasikan, siapa yang melakukan penilaian, jumlahnya berapa, dampaknya [yang ditimbulkan pandemi] seperti apa hebatnya, kan banyak sekali kriteria dan indikatornya sebenarnya, tidak sesederhana membuat peraturan itu," tambahnya.
Elly pun mengakui pihaknya memaklumi kondisi ekonomi dan perusahaan selama Covid-19. Dia mengakui banyak sektor yang mengalami kerugian besar akibat pandemi, meski begitu dia berpendapat masih ada perusahaan yang tidak terdampak sama sekali.
Baca Juga: Penetapan UMP 2022 mengacu pada UU Cipta Kerja, ini kata KSBSI
Sementara itu, Komite Tetap Ketenagakerjaan Kadin Indonesia Bob Azam mengatakan adanya aturan ini akan membantu perusahaan di tengah pandemi. Dia juga berharap perundingan bipartit di tingkat perusahaan jadi forum pengambilan keputusan, bukan pihak luar yang tak memahami situasi internal perusahaan.
Dia pun menampik kekhawatiran serikat buruh terkait tidak adanya kesepakatan yang dilakukan sebelum dilakukan penyesuaian besaran dan cara pembayaran upah.
"Tidak lah, tetap ada bipartit. Justru itu yang harus diperkuat dan perjanjian kerja bersama (PKB) juga. Yang penting buruh UMKM bisa terlindungi," ujarnya.
Selanjutnya: Kemenaker telah menyerahkan draf RPP pesangon
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News