Reporter: Lidya Yuniartha | Editor: Noverius Laoli
Menurut Elly, dengan aturan ini maka bisa saja perusahaan yang memiliki pekerja lebih besar dan tak terdampak mengikuti aturan ini. Dia juga berpendapat tak seluruh pekerja mengetahui terkait persentase biaya tenaga kerja dan biaya produksi yang dimaksud.
Karenanya, dia meminta pemerintah agar melakukan sosialisasi dan melakukan pengawasan yang lebih ketat terhadap pelaksanaan aturan ini.
"Ya harus diawasi dan disosialisasikan, siapa yang melakukan penilaian, jumlahnya berapa, dampaknya [yang ditimbulkan pandemi] seperti apa hebatnya, kan banyak sekali kriteria dan indikatornya sebenarnya, tidak sesederhana membuat peraturan itu," tambahnya.
Elly pun mengakui pihaknya memaklumi kondisi ekonomi dan perusahaan selama Covid-19. Dia mengakui banyak sektor yang mengalami kerugian besar akibat pandemi, meski begitu dia berpendapat masih ada perusahaan yang tidak terdampak sama sekali.
Baca Juga: Penetapan UMP 2022 mengacu pada UU Cipta Kerja, ini kata KSBSI
Sementara itu, Komite Tetap Ketenagakerjaan Kadin Indonesia Bob Azam mengatakan adanya aturan ini akan membantu perusahaan di tengah pandemi. Dia juga berharap perundingan bipartit di tingkat perusahaan jadi forum pengambilan keputusan, bukan pihak luar yang tak memahami situasi internal perusahaan.
Dia pun menampik kekhawatiran serikat buruh terkait tidak adanya kesepakatan yang dilakukan sebelum dilakukan penyesuaian besaran dan cara pembayaran upah.
"Tidak lah, tetap ada bipartit. Justru itu yang harus diperkuat dan perjanjian kerja bersama (PKB) juga. Yang penting buruh UMKM bisa terlindungi," ujarnya.
Selanjutnya: Kemenaker telah menyerahkan draf RPP pesangon
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News