Reporter: Yusuf Imam Santoso | Editor: Khomarul Hidayat
Setidaknya ada empat kriteria untuk forsetailling antara lain keterbatasan likuiditas perusahaan rokok, kapasitas produksi rokok, ketentuan batas lekat cukai, dan data empiris perusahaan sebelumnya dalam pembelian pita cukai.
Selain cukai rokok, realisasi setoran cukai dari etil alkhohol (EA) tercatat sebesar Rp 103 miliar atau 65,18% dari target APBN 2019 senilai Rp 158,2 miliar. Selanjutnya, setoran cukai minuman mengandung etil alkohol (MMEA) hingga 30 Oktober 2019 senilai Rp 5,3 triliun atau 89,68% dari target yang ditetapkan senilai Rp 5,9 triliun.
Sementara itu, realisasi penerimaan bea masuk hingga 30 Oktober 2019 senilai Rp 30,05 triliun atau 77,26% dari target APBN 2019 sebesar Rp 38,8 triliun. Angka setoran bea masuk tersebut tercatat lebih rendah dari periode sama tahun lalu senilai Rp 32,03 triliun.
Adapun realisasi penerimaan bea keluar di periode sama mencapai Rp 2,8 triliun atau 64,76% dari target APBN tahun ini yang senilai Rp 4,4 triliun. Realisasi penerimaan tersebut masih lebih rendah dari periode sama tahun lalu yang mencapai Rp 5,6 triliun.
Baca Juga: Simplifikasi tarif cukai rokok tidak berlanjut, ini alasan Kemenkeu
Sehingga total penerimaan kepebenan dan cukai sepanjang Januari hingga 30 Oktober 2019 sebesar Rp 155,174 triliun atau setara 74,31% dari target hingga akhir 2019 senilai Rp 208,822 triliun.
Cukai hasil tembakau sebagai kontributor utama penerimaan cukai digadang-gadang akan menjadi senjata DJBC untuk mengejar setoran di sisa waktu dua bulan sebelum tutup tahun 2019.
Secara tren, Nirwala mengatakan, pembayaran forestalling mencapai titik puncaknya pada bulan November-Desember 2019. Namun penerimaan Desember akan dimasukkan dalam pembukuan penerimaan tahun 2020. Artinya, forestalling pada November saja yang akan dihitung ke dalam penerimaan cukai 2019.
“Optimistis bisa mencapai target, pemesanan pita cukai musti dilunasi pada akhir November. Secara angka juga akan mengalami kenaikan pastinya,” kata Nirwala.
Nirwala menyebut, biasanya rata-rata pelunasan pita cukai mencapai Rp 11 triliun-Rp 12 triliun per bulan. Namun di masa-masa forstalling pertumbuhannya bisa mencapai 45% dari pemesanan pita cukai di waktu normal atau setara Rp 15,95 triliun – Rp 17,4 triliun.
“Kami juga terus memberantas rokok ilegal terus digalakkan, angka 3 % harus dipertahankan sesuai araha Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati. Tapi, tahun depan pesimistis bisa terjaga di 3%,” kata Nirwala.
Kemudian untuk upaya ekstra dari sisi kepabeanan, DJBC akan melakukan audit penertiban ulang bea masuk dan bea keluar.
Baca Juga: Kemenkeu pastikan peta jalan simplifikasi tarif cukai rokok tidak berlanjut
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News